JABARNEWS| BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung meneguhkan komitmennya untuk mencapai target eliminasi Tuberkulosis (TBC) pada tahun 2030, sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam pengendalian penyakit menular. Meski demikian, jalan menuju target tersebut masih panjang dan penuh tantangan. Berdasarkan data nasional, rata-rata dua orang meninggal akibat TBC setiap lima tahun, menandakan bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia, termasuk Kota Bandung.
Keseriusan itu ditegaskan oleh Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandung, H. Iman Lestariyono, S.Si., S.H., saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pertemuan Lintas Sektor Program Penanggulangan TBC Kota Bandung di Hotel UTC Dago, Rabu (22/10/2025).
Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menuntaskan persoalan TBC yang bersifat kompleks dan berdampak multidimensional.
“Penanganan TBC tidak bisa dilakukan secara instan. Kita harus memulainya dari langkah promotif dan edukatif kepada masyarakat. Karena ketika seseorang terjangkit TBC, ia berpotensi menularkan penyakit ini kepada keluarga dan bahkan ke masyarakat yang lebih luas,” ujarnya.
Dampak Multidimensional dan Pentingnya Kolaborasi
Menurut Iman, TBC tidak hanya menjadi masalah medis semata, tetapi juga berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan pembangunan. Ia menilai, koordinasi multisektoral antarorganisasi perangkat daerah (OPD) merupakan kunci dalam mempercepat penanganan penyakit menular ini.
Kolaborasi tersebut, lanjutnya, harus melibatkan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bagian Kesejahteraan Rakyat, serta unsur kewilayahan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Pendekatan lintas sektor dianggap mampu memperluas jangkauan edukasi sekaligus memastikan dukungan bagi pasien yang terdampak secara ekonomi dan sosial.
Iman juga mengungkapkan hasil evaluasi Dinas Kesehatan tahun 2023, di mana terdapat 63 orang positif TBC dari sekitar 200 orang suspek di wilayah Kelurahan Pelindung Hewan, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung. Data ini menjadi peringatan bahwa TBC masih menjadi persoalan nyata di tingkat lokal yang memerlukan perhatian serius.
Edukasi, Sinergi, dan Ketahanan Sosial Jadi Garda Terdepan
Lebih lanjut, Iman menilai edukasi dan pencegahan dini harus menjadi garda terdepan dalam upaya eliminasi TBC. Ia menekankan bahwa pengobatan TBC tidak hanya membutuhkan disiplin pasien, tetapi juga dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan sekitar.
“Ketika seseorang sakit TBC, pengobatannya harus dijalani selama enam bulan. Jika tidak tuntas, dapat menimbulkan resistensi obat dan harus mengulang dari awal. Ini tentu berdampak besar pada kondisi ekonomi dan sosial pasien. Karena itu, kolaborasi antara Dinsos, Dinkes, dan pihak terkait lainnya sangat diperlukan,” tegasnya.
Iman juga mengingatkan pentingnya keterlibatan semua unsur masyarakat. Menurutnya, penanganan TBC tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah, tetapi membutuhkan sinergi multihelix yang melibatkan akademisi, dunia usaha, komunitas, media, serta masyarakat.
“Urusan kesehatan bukan hanya milik pribadi, tapi milik kita bersama. Kalau Kota Bandung ingin sehat, maka seluruh unsur harus bergerak. Tahun depan, semua pengurus RW, kader, dan masyarakat harus ikut melakukan screening sejak dini untuk meminimalisir penularan,” tuturnya.
Perkuat Koordinasi dan Digitalisasi Penanganan TBC
Dalam kesempatan yang sama, Iman juga menyoroti masalah ego sektoral antarinstansi yang kerap menghambat efektivitas penanganan TBC. Ia menilai koordinasi yang kuat antarorganisasi menjadi sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
“Ada keluhan dari Dinas Sosial yang belum memiliki ruang isolasi atau dokter pendamping, padahal itu bersinggungan dengan kewenangan Dinas Kesehatan. Ini menunjukkan perlunya koordinasi yang lebih solid. Dan dalam hal ini panglimanya harus wali kota langsung, agar sinergi lintas sektor benar-benar berjalan efektif,” ungkapnya.
Sebagai lembaga legislatif, DPRD Kota Bandung berkomitmen untuk terus mendorong penguatan kebijakan dan alokasi anggaran dalam penanggulangan TBC. Fokus utama diarahkan pada tiga aspek utama: promotif, preventif, dan kuratif.
Iman juga menyampaikan beberapa rekomendasi strategis, antara lain:
- Penguatan koordinasi lintas OPD melalui forum Penanggulangan Tuberkulosis (PTBC) Kota Bandung.
- Integrasi program penanggulangan TBC dalam RKPD dan APBD Kota Bandung.
- Peningkatan kerja sama pemerintah–swasta (public private partnership) di sektor kesehatan.
- Pengembangan kapasitas SDM dan kader kesehatan di tingkat masyarakat.
Selain itu, ia mendorong penerapan digitalisasi pelacakan kasus, sistem pelaporan pengobatan, serta integrasi dengan ekosistem smart city untuk memperkuat basis data kesehatan dan memudahkan monitoring serta evaluasi program.
Bandung Sehat, Tanpa TBC: Harapan dan Arah ke Depan
Menutup paparannya, Iman menyampaikan harapan agar Kota Bandung tidak mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait TBC di masa mendatang. Menurutnya, kunci utama untuk mencapai target eliminasi tahun 2030 adalah semangat kolektif dan kesadaran bersama seluruh lapisan masyarakat.
“Semoga tidak terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Kota Bandung. Namun yang terpenting, kita harus memiliki semangat bersama bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Dengan edukasi dan sosialisasi yang terus dilakukan, saya yakin kita bisa mencapai target eliminasi TBC tahun 2030,” ujarnya optimistis.
Melalui kolaborasi lintas sektor yang solid, inovasi digital, serta partisipasi aktif masyarakat, Kota Bandung optimis mampu menapaki langkah nyata menuju Bandung Sehat dan Bebas Tuberkulosis 2030 — sebuah cita-cita besar demi kualitas hidup dan masa depan warganya.(Red)





