JABARNEWS | BANDUNG – Tim DPC Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Bandung Barat selaku kuasa hukum Opik resmi mengajukan praperadilan untuk menguji penetapan tersangka terhadap kliennya. Mereka menilai langkah penyidik cacat prosedur karena perkara langsung dinaikkan ke tahap penyidikan tanpa melalui tahapan penyelidikan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2019 dan Peraturan Bareskrim Polri Nomor 1 Tahun 2022.
Praperadilan Jadi Langkah Awal Pembelaan
Deky Rosdiana yang mewakili Tim DPC IKADIN Bandung Barat menegaskan praperadilan menjadi jalan utama untuk membongkar kejanggalan penetapan tersangka. Ia menilai prosedur yang dilakukan penyidik tidak sesuai aturan.
“Proses penetapan tersangka mengandung banyak kejanggalan. Penyidik langsung meningkatkan status perkara ke penyidikan tanpa melalui tahapan penyelidikan. Padahal, aturan jelas diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 serta Peraturan Bareskrim Polri Nomor 1 Tahun 2022,” ujarnya, Senin (25/8/2025).
Dengan langkah ini, kuasa hukum ingin memastikan setiap proses hukum berjalan sesuai koridor. Menurutnya, praperadilan bukan hanya membela klien, tetapi juga menjadi sarana kontrol agar aparat bekerja sesuai standar operasional prosedur.
SPDP Bermasalah, Penetapan Dinilai Cacat
Selain prosedur yang dilompati, Deky juga menyoroti adanya kesalahan administratif dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Ia menilai perbedaan tanggal yang tercantum merupakan bukti nyata adanya pelanggaran prosedural.
“Di SPDP tertulis penetapan tersangka pada 1 Agustus, padahal faktanya baru dilakukan 7 Agustus. Ini jelas cacat prosedur,” tegasnya.
Kesalahan tersebut, menurutnya, memperkuat argumentasi bahwa penetapan tersangka terhadap Opik tidak sah dan perlu diuji melalui praperadilan.
Kronologi Peristiwa: Dari Penganiayaan Jadi Pengeroyokan
Deky juga meluruskan kronologi peristiwa yang menjerat kliennya. Ia menegaskan kasus ini berawal dari penganiayaan yang dilakukan pelapor, Haikal, terhadap Aqifa di kawasan sekitar kampus Unisba, Jalan Tamansari, Kota Bandung, pada Ahad, 27 Juli 2025.
“Aqifa dipiting dan ditarik ke jalan, sehingga massa di lokasi berusaha memisahkan. Namun karena Haikal terus melakukan pemitingan, peristiwa itu akhirnya berkembang menjadi pengeroyokan,” jelasnya.
Ia menambahkan, publik perlu memahami bahwa ada dua peristiwa berbeda, yakni sebab dan akibat. “Harus dipahami ada dua peristiwa, ada sebab dan akibat. Opik hadir bukan sebagai dalang, tetapi untuk membantu Aqifa,” tandasnya.
Adukan ke Propam, Harapkan Keadilan
Tidak hanya mengajukan praperadilan, tim kuasa hukum juga menempuh jalur pengaduan ke Propam dan Yanduan Polda Jawa Barat. Deky menyebut, laporan tersebut sudah diterima dan menjadi bagian dari upaya menegakkan aturan.
“Alhamdulillah, laporan kami sudah diterima. Ini bagian dari upaya kami menegakkan aturan agar proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia berharap perkara ini menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum agar lebih cermat dalam menjalankan prosedur. “Kami ingin memastikan hukum berjalan adil dan tidak ada pihak yang dirugikan,” tutupnya.(Red)