“Produsen ini ingin tetap memproduksi dalam jumlah besar, tetapi stok DMO terbatas. Akhirnya, mereka menggunakan minyak goreng komersial yang lebih mahal, lalu mengurangi isi kemasan agar tidak merugi,” terang Budi.
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, menambahkan bahwa pasokan minyak goreng rakyat dari DMO rata-rata hanya 160.000-170.000 ton per bulan, sementara kebutuhan masyarakat mencapai 257.000 ton.
Selisih tersebut dimanfaatkan oleh produsen nakal dengan mengemas ulang minyak komersial dalam kemasan MinyaKita, tetapi dengan volume yang dikurangi.
“Minyak komersial memiliki harga bahan baku lebih tinggi dibandingkan minyak hasil DMO. Oleh karena itu, produsen yang tidak bertanggung jawab mencari cara agar tetap mendapat keuntungan dengan mengurangi takaran isi dalam kemasan,” tegas Moga.
Dengan terungkapnya praktik ini, Kemendag memastikan akan terus mengawasi distribusi dan produksi MinyaKita agar masyarakat tetap mendapatkan minyak goreng rakyat sesuai standar yang ditetapkan. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News