
Pada tahun ini, ICEFC mengangkat tema “Konservasi Hutan di Antroposen: Beradaptasi dengan Realitas Lingkungan Baru”. Istilah “Antroposen” merujuk pada era geologis di mana aktivitas manusia memberikan dampak besar terhadap ekosistem dan geologi bumi.
Dr. Syafitri menegaskan bahwa tema ini relevan dengan tantangan konservasi hutan yang terus berkembang. “Kita perlu memahami dan menyesuaikan strategi pengelolaan hutan dengan kondisi lingkungan baru akibat pengaruh manusia,” jelasnya.
Acara ini merupakan hasil kolaborasi empat institusi, yakni IPB University, SEAMEO BIOTROP, Mindanao State University, dan Kastamonu University. Selain menjadi wadah diskusi, konferensi ini bertujuan mempererat jejaring internasional antara peneliti, akademisi, dan praktisi di bidang terkait.
Plh Direktur SEAMEO BIOTROP, Sri Widayanti, mengungkapkan bahwa ICEFC juga mendorong peningkatan publikasi ilmiah dari Indonesia serta membuka peluang penyelenggaraan konferensi serupa di masa mendatang.
“Konferensi ini menjadi ajang bertukar praktik terbaik dalam mengatasi tantangan konservasi lingkungan,” ujarnya.
Beragam topik strategis dibahas dalam konferensi ini, mulai dari teknologi untuk pengelolaan sumber daya dan ekowisata, perubahan iklim, hingga kebijakan pendidikan untuk konservasi.
Selain itu, diskusi juga mencakup etnobiologi, bioprospeksi, keanekaragaman hayati, dan interaksi manusia dengan satwa liar.
Sri berharap konferensi ini dapat menghasilkan solusi yang inovatif dan aplikatif. “Dengan pendekatan lintas disiplin, ICEFC 2024 diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi keberlanjutan konservasi hutan dan lingkungan, baik di tingkat global maupun lokal,” tutupnya. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News