Menurut LBH PUI, kejahatan yang dilakukan tidak hanya meninggalkan luka fisik dan psikis bagi para santriwati, tetapi juga merusak marwah pesantren sebagai institusi pendidikan yang seharusnya memberikan rasa aman.
Karena itu, tuntutan pidana mati, pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, serta restitusi bagi para korban dianggap layak dijatuhkan kepada terdakwa RR.
“Pesantren seharusnya menjadi ruang aman dan bermartabat, bukan tempat predatorisme,” tegas Etza.
LBH PUI juga mengimbau masyarakat serta korban lain untuk tidak takut melapor dan menolak segala upaya pembungkaman yang kerap mengatasnamakan institusi pendidikan atau tokoh agama. Etza menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan yang harus dibongkar, bukan aib yang harus ditutupi.
LBH PUI memastikan akan mengawal perkara ini hingga putusan akhir demi memastikan keadilan bagi para korban.





