Daerah

Literasi Zakat masyarakat Rendah, Penghimpunan ZIS Jawa Barat Baru 6 Persen dari Potensi Triliunan Rupiah

×

Literasi Zakat masyarakat Rendah, Penghimpunan ZIS Jawa Barat Baru 6 Persen dari Potensi Triliunan Rupiah

Sebarkan artikel ini
Literasi Zakat masyarakat Rendah, Penghimpunan ZIS Jawa Barat Baru 6 Persen dari Potensi Triliunan Rupiah
Wakil Ketua I Baznas Jawa Barat, Dr. H. Ijang Faisal, saat menjadi narasumber dalam Basa Basi Podcast Pokja PWI Kota Bandung, Senin (22/12/2025).

JABARNEWS| BANDUNG — Rendahnya literasi zakat di masyarakat dinilai menjadi faktor utama belum optimalnya penghimpunan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di Jawa Barat. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar masyarakat menunaikan zakat secara mandiri sehingga tidak tercatat dalam sistem penghimpunan resmi, meski potensi ZIS di Jawa Barat diperkirakan mencapai puluhan triliunan rupiah per tahun.

Akibat keterbatasan pemahaman tersebut, realisasi

penghimpunan ZIS melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Jawa Barat hingga kini baru mencapai sekitar 6 persen dari total potensi. Kesenjangan yang lebar antara potensi dan realisasi ini mencerminkan tantangan serius. Namun, di sisi lain, kondisi tersebut juga membuka peluang strategis untuk menguatkan peran zakat sebagai instrumen pembangunan sosial dan ekonomi daerah.

Potensi Zakat Besar, Realisasi Masih Rendah

Wakil Ketua I Baznas Jawa Barat, Dr. H. Ijang Faisal, mengungkapkan fakta tersebut saat menjadi narasumber dalam Basa Basi Podcast yang digelar Pokja PWI Kota Bandung, Senin, 22 Desember 2025.

Ia menyebutkan, potensi ZIS di Jawa Barat sangat besar. Namun, angka penghimpunan saat ini masih jauh dari harapan.

“Potensinya sangat besar, tapi realisasi penghimpunan zakat oleh kita bersama Baznas kabupaten/kota se-Jabar baru sekitar Rp621 miliar dari Rp30 triliunan,” ujar Ijang Faisal.
Bahkan, menurutnya, jika potensi tersebut tergarap optimal, nilainya bisa mendekati kekuatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat.

Baca Juga:  Baznas Jabar Sukses Kumpulkan 2,5 Triliun, Ridwan Kamil Ajak ASN dan Masyarakat Berzakat

“Padahal sebetulnya potensi penghimpunan zakat kita bisa mencapai angka yang jauh lebih tinggi lagi, bahkan setara dengan APBD Jawa Barat,” tambahnya.

Legalitas Baznas dan Jaminan Akuntabilitas

Selanjutnya, Ijang menegaskan posisi Baznas sebagai lembaga resmi negara. Baznas berdiri di atas dasar hukum yang kuat, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan berada di bawah koordinasi Kementerian Agama.
Dengan dasar tersebut, ia menegaskan bahwa pengelolaan dana ZIS dijamin transparan dan akuntabel.

“Jadi, Baznas ini lembaga resmi non-struktural. Kewajiban kami jelas, yakni menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah dengan amanah,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa legalitas ini membedakan Baznas dari lembaga sosial lain yang diatur dengan regulasi berbeda.
Fleksibilitas “Hak Salur” bagi Muzaki

Selain aspek legalitas, Baznas Jabar juga menghadirkan inovasi layanan. Salah satunya adalah pemberian “Hak Salur” bagi para muzaki atau pembayar zakat.

Melalui mekanisme ini, muzaki tidak hanya menunaikan zakat melalui Baznas. Mereka juga dapat mengajukan permohonan tertulis untuk menyalurkan zakatnya kepada pihak atau program tertentu di lingkungannya.

Baca Juga:  Pentingnya Kolaborasi DPRD Kota Bandung dan Pokja PWI untuk Memperkuat Pengawasan Pembangunan

Namun demikian, proses tersebut tetap melalui verifikasi Baznas agar sesuai dengan ketentuan syariat dan tepat sasaran.

“Jadi prosesnya tercatat dan akuntabel, namun kebutuhan sosial di sekitar pembayar zakat tetap terpenuhi,” jelas Ijang.
Bahkan, dalam kondisi tertentu, penyaluran dari Baznas bisa lebih besar dari jumlah zakat yang dibayarkan oleh muzaki.

Literasi Zakat Jadi Kunci Optimalisasi

Lebih lanjut, Ijang menilai rendahnya penghimpunan bukan semata karena keengganan masyarakat berzakat. Sebaliknya, banyak masyarakat yang telah berzakat, tetapi menyalurkannya secara langsung dan mandiri.

Akibatnya, zakat tersebut tidak masuk dalam data resmi nasional.
Selain itu, masih kuatnya persepsi zakat sebagai bantuan konsumtif juga menjadi kendala.

“Kami mendorong perubahan paradigma. Zakat bukan sekadar kewajiban hablumminallah, tetapi juga menjadi instrumen solusi sosial atau hablumminannas,” ujarnya.

Karena itu, Baznas Jabar terus memperkuat strategi literasi dan sosialisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan organisasi keagamaan, tokoh masyarakat, serta media.
Dari Konsumtif ke Zakat Produktif

Dalam penyalurannya, Baznas Jabar membagi penggunaan dana ZIS ke dalam dua koridor utama. Pertama, bantuan langsung bersifat konsumtif dan darurat. Bantuan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahik dan penanganan bencana.
Kedua, zakat produktif yang menjadi prioritas utama.

Baca Juga:  USB YPKP Beri Beasiswa untuk Insan Pers, Perkuat MoU dengan Pokja PWI Kota Bandung

“Target kami adalah mengubah mustahik menjadi muzaki,” ungkap Ijang.

Program zakat produktif tersebut mencakup bantuan modal usaha kecil, pendampingan UMKM, beasiswa pendidikan, hingga bantuan layanan kesehatan. Seluruh program tersebut diselaraskan dengan peta jalan pengentasan kemiskinan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Zakat sebagai Instrumen Pembangunan

Menutup paparannya, Ijang Faisal menegaskan bahwa zakat yang dikelola secara profesional dapat menjadi kekuatan besar dalam pembangunan sosial dan ekonomi.

Menurutnya, dana ZIS tidak boleh hanya dipandang sebagai kewajiban keagamaan semata. Lebih dari itu, zakat harus ditempatkan sebagai solusi konkret atas persoalan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

“Jika APBD dan APBN adalah perangkat pembangunan negara, maka dana ZIS yang terhimpun di Baznas adalah perangkat pendukung untuk mengatasi kemiskinan,” pungkasnya.

Dengan penguatan literasi, inovasi layanan, serta penyaluran berbasis pemberdayaan, Baznas Jawa Barat terus mendorong agar potensi besar ZIS dapat diwujudkan menjadi kekuatan nyata bagi kesejahteraan masyarakat. (Red)