“Jika membangun kawasan industri sendiri, syaratnya minimal 50 hektare. Tapi kalau mereka masuk ke zona yang kami tetapkan, prosesnya akan lebih mudah,” tambahnya.
Langkah revisi RTRW ini juga bertujuan untuk menghindari tumpang tindih penggunaan lahan dan potensi konflik tata ruang.
Selama ini, menurut Eman, pertumbuhan industri di Majalengka kerap kali tidak sesuai dengan peruntukan wilayah karena minimnya regulasi teknis seperti Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Hal ini menyebabkan munculnya industri di luar area yang seharusnya, sehingga menimbulkan persoalan hukum dan sosial.
“Karena belum ada RDTR, banyak industri dibangun hanya karena faktor lahan murah dan ketertarikan investor. Ini jelas merugikan masyarakat dan pemerintah,” ungkapnya.