Daerah

Pledoi Terdakwa AG: Kuasa Hukum Tegaskan Unsur Pidana Pasal 266 KUHP Tidak Terbukti !

×

Pledoi Terdakwa AG: Kuasa Hukum Tegaskan Unsur Pidana Pasal 266 KUHP Tidak Terbukti !

Sebarkan artikel ini
Pledoi Terdakwa AG: Kuasa Hukum Tegaskan Unsur Pidana Pasal 266 KUHP Tidak Terbukti !
Bhaskara Nainggolan (kiri) mendampingi Terdakwa AG (tengah) saat menyampaikan keterangan pers usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung beberapa waktu lalu.

JABARNEWS | BANDUNG – Terdakwa AG (Arifin Gandawijaya) melalui kuasa hukumnya menyampaikan nota pembelaan pada sidang yang digelar Senin, 15 Desember 2025, atas dakwaan penggunaan dokumen palsu sebagaimana Pasal 266 ayat (2) KUHP. Dalam pledoi tersebut, penasihat hukum menegaskan bahwa jaksa penuntut umum tidak mampu membuktikan unsur kesengajaan, tidak adanya kerugian hukum, serta gagal menunjukkan bahwa Surat Pernyataan Ahli Waris yang dipersoalkan merupakan dokumen palsu.

Pledoi Disampaikan dalam Sidang Terbuka

Sidang pembacaan nota pembelaan digelar pada Senin, 15 Desember 2025. Sidang berlangsung terbuka untuk umum. Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Terdakwa AG, Bhaskara Nainggolan, S.H., M.H., menyampaikan pembelaan secara sistematis dan komprehensif.

Ia menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tidak berdiri di atas pembuktian yang utuh. Oleh karena itu, menurutnya, tuntutan pidana menjadi tidak relevan. Selain itu, pembelaan menekankan bahwa perkara ini lebih bersifat perdata, bukan pidana.

Bhaskara menegaskan bahwa sejak awal kliennya bersikap kooperatif. Terdakwa juga tidak pernah memiliki niat jahat dalam proses hukum yang dijalani.

Unsur Kesengajaan Tidak Terbukti

Lebih lanjut, Bhaskara menyoroti unsur kesengajaan sebagai elemen utama Pasal 266 ayat (2) KUHP. Ia menyatakan unsur tersebut sama sekali tidak terbukti di persidangan.

“Berdasarkan keterangan penyidik yang dihadirkan sebagai saksi verbal lisan, klien kami tidak mengetahui adanya dugaan pemalsuan saat menggunakan Surat Pernyataan Ahli Waris tertanggal 15 April 2015,” ujar Bhaskara dalam persidangan.

Baca Juga:  Eksepsi Ditolak, Kakek Miming Theniko Kembali Hadapi Sidang Penipuan dan Penggelapan Rp100 Miliar

Ia menjelaskan, Terdakwa baru mengetahui adanya dugaan ketidaksesuaian tanda tangan setelah hasil pemeriksaan Puslabfor keluar. Bahkan, hasil tersebut menunjukkan hanya dua tanda tangan yang dinyatakan tidak sesuai, sementara empat tanda tangan lainnya dinyatakan asli.

Dengan demikian, menurut Bhaskara, tidak terdapat kehendak sadar atau niat jahat dari Terdakwa. Oleh sebab itu, unsur sengaja tidak dapat dipaksakan secara hukum.

Tidak Ada Kerugian dalam Perkara

Selain unsur kesengajaan, pembelaan juga menekankan tidak adanya unsur kerugian. Bhaskara menyebut hal itu terungkap jelas dari keterangan para saksi dan ahli di persidangan.

Ia menyatakan bahwa seluruh saksi ahli waris dan saksi ahli sepakat. Surat Pernyataan Ahli Waris tidak menjadi syarat dalam proses jual beli objek tanah yang dipersoalkan.

“Para saksi menegaskan bahwa almarhum ayah para ahli waris tidak memerlukan izin anak-anaknya untuk menjual tanah tersebut kepada klien kami,” kata Bhaskara.

Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada kerugian hukum maupun kerugian nyata. Baik negara maupun pihak ahli waris tidak dirugikan. Dengan demikian, dakwaan menjadi kehilangan dasar yuridisnya.

Baca Juga:  Tiga Bulan Sekali, Emil Akan Silaturahim ke Daerah

Keabsahan Dokumen Tidak Pernah Dibuktikan

Bhaskara juga menyoroti lemahnya pembuktian jaksa terkait tuduhan dokumen palsu. Ia menilai penuntut umum tidak pernah mengungkap fakta mendasar mengenai asal-usul surat yang dipermasalahkan.

“Jaksa tidak pernah membuktikan siapa yang membuat surat pernyataan yang dituduhkan sebagai dokumen palsu,” tegasnya.

Menurut Bhaskara, tanpa pembuktian mengenai pembuat dokumen, tuduhan pemalsuan menjadi spekulatif. Ia menilai proses pembuktian tidak memenuhi standar pembuktian pidana.

Atas dasar itu, kuasa hukum meminta majelis hakim mempertimbangkan seluruh fakta persidangan secara objektif. Ia juga meminta agar Terdakwa AG dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan.

Permohonan Perlindungan Hukum ke Presiden dan DPR RI

Selain mengajukan pembelaan di persidangan, Terdakwa AG juga menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden Republik Indonesia. Permohonan tersebut telah disampaikan secara resmi dan saat ini masih dalam proses.

Kuasa hukum Bhaskara Nainggolan, S.H., M.H. menjelaskan bahwa permohonan tersebut sedang dikaji oleh Deputi Kelembagaan dan Kemasyarakatan Sekretariat Negara. Proses kajian dilakukan untuk menilai dugaan adanya persoalan hukum dan potensi ketidakadilan dalam penanganan perkara yang dihadapi kliennya.

“Permohonan perlindungan hukum kepada Presiden saat ini masih dalam tahap kajian di lingkungan Sekretariat Negara,” ujar Bhaskara.

Baca Juga:  Tanamkan Nasionalisme Di Pesantren

Selain itu, tim kuasa hukum juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Komisi III DPR RI. Permohonan tersebut telah diterima dan sedang dibahas secara internal oleh Komisi yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan.

Bhaskara menyampaikan bahwa Komisi III DPR RI tengah mengupayakan tindak lanjut dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). RDP tersebut direncanakan untuk membahas secara terbuka aspek penegakan hukum dalam perkara yang menjerat Terdakwa AG.

“Kami telah menyampaikan permohonan kepada Komisi III DPR RI. Saat ini masih dalam pembahasan internal dan diupayakan segera dilaksanakan RDP,” katanya.

Menurut kuasa hukum, langkah tersebut ditempuh sebagai bagian dari upaya mencari keadilan dan memastikan proses penegakan hukum berjalan objektif, proporsional, serta sesuai dengan prinsip due process of law.

Kronologi Perkara 

Kasus ini bermula dari transaksi jual-beli tanah senilai sekitar Rp2,5 miliar yang dilakukan pada 15 April 2015. Transaksi tersebut melibatkan objek tanah seluas puluhan ribu meter persegi antara AG yang juga sebagai pengusaha media Radio Ardan  dan almarhum Jeje Adiwirya sebagai penjual.

Masalah muncul kemudian ketika ahli waris mempertanyakan keabsahan dokumen yang digunakan dalam jual-beli, karena terdapat dugaan tanda tangan ahli waris yang tidak sesuai. (Red)