
Selain bertentangan dengan ajaran agama, praktik ini juga memiliki dampak buruk dalam jangka panjang, terutama dalam hal legalitas. Hak-hak istri dan anak dalam pernikahan semacam itu seringkali tidak terpenuhi.
“Dampak sosialnya juga besar itu, jadi namanya orang kawin kontrak jadi martabat kehormatan yang bersangkuta rusak dengan sendirinya, apalagi wanita. Kemudian kalau punya anak bermasalah juga dari sisi legalitas hukumnya,” katanya.
MUI telah mengeluarkan fatwa larangan terhadap kawin kontrak, tanpa memandang alasan di baliknya. Rafani menekankan bahwa pemerintah dan penegak hukum harus aktif dalam memberantas praktik kawin kontrak ini di masyarakat Cianjur.
“Kami sudah keluarkan fatwanya ya, intinya tidak boleh (kawin kontrak). Penegakan hukum (dilakukan), kan perkawinan diatur oleh undang-undang, kawin kontrak tidak dikenal dalam undang-undang, harusnya pelanggaran dan seharusnya pemerintah hadir untuk penegakan hukum disamping sosialisasi kepada masyarakat yang harus digencarkan,” paparnya.
Sebelumnya, dua muncikari berinisial RN (21) dan LR (54) telah diamankan oleh Satreskrim Polres Cianjur karena menjalankan praktik perdagangan manusia, khususnya dengan modus kawin kontrak.
Mereka menawarkan gadis-gadis muda dari Kota Santri kepada pria dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya, dengan tarif mulai dari Rp30 juta hingga Rp100 juta.
Praktik ini menimbulkan keprihatinan serius dalam masyarakat, dan langkah-langkah penegakan hukum lebih lanjut diharapkan untuk mencegah praktik semacam ini terjadi di masa depan. (red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News