Soal Pendidikan Karakter, Kadisdik Purwakarta: Tanggapan Komnas Perempuan, Tak Paham

JABARNEWS | PURWAKARTA – Dinas Pendidikan Purwakarta mempertanyakan tanggapan Komnas Perempuan terkait dua kebijakan yang ada di Pemerintah Kabupaten Purwakarta, tentang syarat tambahan bagi pendidikan dasar.

Dua kebijakan yang ada di Pemerintah Kabupaten Purwakarta itu yakni Perbup nomor 69 tahun 2015 tentang pendidikan karakter dan Perbup nomor 2 tahun 2015 tentang persyaratan tambahan kenaikan kelas pada jenjang pendidikan dasar.

Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, Purwanto mempertanyakan tanggapan dari Komnas Perempuan itu dan mengaku tak paham pada alasan mereka terkait dua kebijakan yang dipersoalkan itu.

“Sebenarnya kami enggak paham dengan alasan mereka. Kan kita itu setiap Jumat memang sudah mengharuskan anak-anak menggunakan busana muslim untuk yang beragama Islam dan non muslim menyesuaikan,” kata Purwanto saat dikonfirmasi Tribun Jabar, Selasa (1/12/2020).

Baca Juga:  Ups! Ridwan Kamil Bantah Pendapat Uu Ruzhanul Ulum Soal Poligami Solusi Atasi HIV/AIDS

Purwanto mengatakan anak-anak di Purwakarta dalam rangka menjalankan keyakinannya untuk mengendalikan diri dan kepekaan terhadap lingkungan sosial diharuskan berpuasa Senin-Kamis.

“Mereka menyebutnya itu diskriminatif, karena keyakinan urusannya hak keyakinan. Lalu, jika kita (pemerintah) dalam pendidikan tak boleh mengarahkan anak-anak soal apa yang diyakininya, bagaimana? Enggak boleh negara mengintervensi. Kalau begitu, sudah saja negara intervensi soal agama lewat Departemen Agama. Jadi, kami kan enggak paham,” kata Purwanto.

Baca Juga:  Tahun 2021 Penghasilan ASN Akan Lebih dari Rp 9 Juta

Masalah keyakinan, lanjut Purwanto, memang semestinya dikuatkan pada anak-anak, namun Komnas Perempuan keberatan jika hal itu dibakukan dalam peraturan.

“Kita mendidik salah satunya mengikuti syariat sampai kepada hakikat. Kalau enggak boleh intervensi kenapa negara membuat Depag dan sekolah mengadakan pendidikan agama?” ujar Purwanto.

Kemudian, terkait kebijakan Perbup nomor 2 tahun 2015, Purwanto menjelaskan, antara anak perempuan dan laki-laki memang diberikan pelajaran tambahan, seperti menyulam, memasak, menanam pohon, dan lainnya.

Tetapi, pelajaran tambahan itu sifatnya fleksibel mengikuti kebiasaan. Purwanto juga mengaku kegiatan memasak bagi laki-laki atau menanam pohon bagi anak perempuan justru tidak buruk.

Baca Juga:  Uu Ruzhanul Ulum Minta Masyarakat Hati-hati Soal Jalur Haji Furoda, Bisa Dideportasi?

“Mereka (Komnas Perempuan) menyebutnya membeda-bedakan berdasarkan gender. Padahal kan itu bagus, sebab kita ini hidup dalam kultur Indonesia di Purwakarta. Kebijakan ini pun sudah ada sejak pemerintahan Pak Dedi Mulyadi dan saya sebagai orang yang bekerja di pendidikan terus mempelajari tata kelola yang harus diatur. Jika pendidikan karakter tak bersentuhan dengan spiritual ya buat apa. Segala sesuatu itu kan ada falsafah dan logikanya,” kata Purwanto. (Red)