Bagi Hensa dan Rhenald, krisis komunikasi ini bukan sekadar masalah kata-kata atau pidato yang kurang tepat. Ia adalah cerminan jarak yang kian lebar antara elit dan rakyat.
Dan di tengah kericuhan itu, suara masyarakat, kekecewaan mereka, dan harapan mereka untuk didengar, menjadi pengingat nyata bahwa komunikasi politik yang salah bisa berdampak jauh melampaui kata-kata.
Respons Cepat Istana: Presiden Turun Tangan
Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan dengan menggelar konferensi pers di Istana Negara yang dihadiri para petinggi lembaga dan pimpinan Partai Politik (Parpol) yang berada di parlemen, baik di dalam maupun di luar koalisi.
Kehadiran Ketua MPR Ahmad Muzani, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD Sultan Bachtiar Najamudin, hingga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sekaligus mantan Presiden RI itu menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kondisi ini.
“Para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri,” ujar Presiden Prabowo dengan tegas.
Keputusan ini diambil setelah pertemuan intensif dimana para pemimpin partai mengakui bahwa situasi telah mencapai titik kritis.
Pencabutan tunjangan yang kontroversial itu dinilai menjadi langkah konkret untuk meredakan amarah publik.
“Langkah tegas tadi yang dilakukan ketua umum partai politik adalah mereka masing-masing dicabut keanggotaannya dari DPR RI,” tegas Presiden, mengonfirmasi bahwa anggota DPR dicopot bukan sekadar wacana, melainkan keputusan final.
Presiden juga meminta DPR segera membuka ruang dialog dengan masyarakat, termasuk mahasiswa dan kelompok sipil lainnya.
“Saya akan meminta pimpinan DPR RI untuk segera mengundang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh mahasiswa, dan kelompok-kelompok yang ingin menyampaikan aspirasi, agar bisa diterima dengan baik dan berdialog langsung,” tegas Presiden Prabowo.
Namun, Presiden juga menegaskan pentingnya penyampaian aspirasi secara damai dan konstitusional.
“Penyampaian aspirasi bisa dilakukan secara damai, namun apabila terdapat tindakan anarkis, perusakan, pembakaran fasilitas umum, penjarahan, hingga ancaman terhadap keselamatan rakyat, maka hal itu merupakan pelanggaran hukum. Negara wajib hadir melindungi rakyatnya,” kata Prabowo.
Terkait insiden yang menewaskan Affan Kurniawan, Presiden menyebut bahwa proses pemeriksaan terhadap petugas yang diduga melakukan pelanggaran telah dilakukan Polri.
“Terhadap petugas yang kemarin melakukan kesalahan ataupun pelanggaran, saat ini Kepolisian RI telah melakukan proses pemeriksaan. Ini telah saya minta dilakukan dengan cepat, dengan transparan, dan dapat diikuti secara terbuka oleh publik,” ujar Presiden Prabowo.
Sejarah Kelam DPR di Tahun 2025
Tahun 2025 menjadi periode kelam bagi DPR RI dalam sejarah demokrasi Indonesia. Sejumlah kontroversi mencuat beruntun, mulai dari tunjangan jumbo, rapat diam-diam yang mencurigakan, ucapan kasar para anggotanya, hingga dugaan korupsi yang terus bergulir. Publik yang sudah lama geram akhirnya meledak.
Kontras antara kemewahan yang dipertontonkan para anggota dewan dengan kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit menjadi pemantik utama kemarahan.
Ketika Wakil Ketua DPR Adies Kadir membocorkan adanya tunjangan beras Rp 12 juta per bulan dan tunjangan rumah Rp 50 juta, kemarahan publik mencapai puncaknya.
Belum lagi flexing yang dilakukan beberapa anggota DPR, seperti Eko Patrio yang memamerkan rumah senilai Rp 150 miliar di YouTube.