
Program MBG terkesan merupakan kebijakan populis, dengan tanpa persiapan yang matang, termasuk dari aspek anggaran.
Jangankan di kabupaten, di pusat saja anggaran untuk MBG masih gelap, belum jelas, dari mana anggaran itu akan diperoleh, atau sumber untuk MBG tersebut jelas belum tampak.
Bahkan hal ini melahirkan anggapan tidak baik dari netizen +62, terlebih di televisi berita begitu santer, terkait kenaikan pajak. Sehingga ada saja masyarakat+62 berkomentar, “anak-anak makan gratis, orang tuanya dipungut pajak 12%”, sama saja dengan orang tuanya sendiri yang membiayai makan gratis anaknya, tetapi seolah pemerintah yang memberi makan gratis.
Ditambah lagi, baru-baru ini mendengar anggota dewan yang berkata di televisi, untuk biaya MBG, bagaimana kalau “orang tua menyumbang, untuk makan gratis anak-anak mereka”, sungguh ungkapan itu di luar nalar.
Secara nasional, memang belum ada UU yang mengatur secara khusus anggaran program MBG. Di tingkat pusat, anggaran MBG akan masuk dalam belanja pemerintah pusat untuk pendidikan, konsekuensinya akan memangkas komponen anggaran pendidikan lainnya, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNS dan non PNS akan menurun.