“Biaya servis AC kan sudah termasuk transport. Kalau naik ojek, untungnya berkurang,” ujarnya dengan logika ekonomi yang ia pelajari secara otodidak.
Di rumah kontrakan berukuran 6×10 meter, ia menyimpan celengan kaleng bekas biskuit yang menjadi simbol harapan keluarga ini.
Setiap hari, Jimmi menyisihkan Rp5.000 dari penghasilannya yang bisa mencapai Rp200.000/hari.
“Ini untuk biaya wisuda anak saya. Sudah terkumpul Rp8 juta. Semoga saja cukup,” harapnya sambil menutup celengan.
Senja itu, Jimmi pulang dengan baju penuh noda. Dimas menyambutnya dengan hasil nilai IPKnya selama semester tiga.