“Pak lihat, aku lulus semester ini dengan nilai IPK 3. Doain aku pak, semoga aku bisa lulus kuliahnya,” ucap anaknya.
Jimmi hanya mengangguk, lalu memeluk erat putranya. Di sudut ruangan, istrinya tersenyum sambil menyiapkan air hangat untuk merendam kaki suaminya yang bengkak.
“Banyak yang bilang saya kuno. Kenapa nggak cari kerja kantoran? Tapi saya bangga jadi tukang AC,” ucap Jimmi.
Kisah Jimmi mungkin tidak akan masuk dalam buku sejarah. Namun, bagi pelanggannya, ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang membuktikan bahwa semangat juang sejati tidak diukur dari gelar atau kekayaan.
Melainkan dari keberanian untuk terus bangkit meski dengan lutut yang berderak dan dompet yang kerap menangis.