Dishub Kab. Cirebon Kumpulkan Pengusaha Mebel

JABARNEWS | KAB. CIREBON – Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon membahas aktivitas truk kontainer yang melintas di Jl Ki Ageng Tapa, Kecamatan Tengahtani, di aula Dinas Pehubungan, Jumat (21/9). Dishub mengumpulkan seluruh pengusaha industri mebel, rotan dan handicraft (kerajinan).

Hal itu dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut keluhan masyarakat terkait aktivitas truk kontainer. Selain pengusaha, empat kepala desa, Danramil dan Kapolsek setempat pun dihadirkan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Seperti diketahui, empat desa itu meliputi Desa Astapada, Dawuan, Gesik dan Palir. Hasilnya, Dinas Perhubungan memutuskan semua persoalan berkaitan teknis di lapangan diselesaikan desa dan masyarakat setempat, yang difasilitasi pihak kecamatan, termasuk jam operasional hilir mudik truk kontainer.

Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Cirebon, Drs Mohamad Abraham MSi menyampaikan, jika mengacu peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan raya nomor 22 tahun 2009 pasal 19 tentang peruntukan kelas jalan, dengan dimensi lebar kendaraan 2,1 meter, panjang 9 meter, tinggi 3,5 meter berdasarkan standar nasional dengan maksimal berat.

Sebab, beban jalan Kabupaten Cirebon 8 ton. Artinya, tidak diperbolehkan kontainer lalu lalang. Sebab, membahayakan transportasi yang lain. Selain itu, merugikan masyarakat, lantaran jalan diambil keseluruhan oleh kendaraan truk kontainer.

Baca Juga:  Sulit Terwujud, PDIP Coret Nama Ridwan Kamil dan AHY dari Kandidat Cawapres Ganjar?

Akibat aktivitas kontainer itu, merusak kualitas jalan karena tonase lebih besar. “Toh dari pihak perusahaan menurut peraturan perundang-undangan, selain pemeliharaan jalan dilakukan oleh pemerintah daerah, perusahaan harus ikut memelihara. Tapi, nyatanya pengusaha tidak ikut memelihara,” jelasnya.

Terkecuali, kata Abraham, ketika ada kesepakatan atau agreement antara penyelenggara pemerintah desa, kecamatan, kapolsek dan danramil, ketika ada pertimbangan keterkaitan CSR dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

“Harusnya jalan kabupaten dilarang dilintasi oleh truk kontainer. Tapi, ketika ada permintaan diskresi dari hasil kesepakatan agar kontainer bisa lewat lagi harus ada kesepakatan warga. Tentu, dengan catatan dilalui pada jam istirahat atau jam malam seperti jam 22.00 malam hingga 03.30 pagi,” tegasnya.

Menurutnya, secara teknis kesepakatan itu akan dilanjut dengan pembahasan secara detail hari Minggu (23/9) pukul 09.00 pagi di Desa Astapada. Pertemuan itu diharapkan bisa menemukan titik temu. Sehingga, tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.

Baca Juga:  Kisah Para Marbot yang Berjasa Menjaga Masjid Selama Pandemi

“Dishub hanya fasilitator di tengah keluhan masyarakat. Maka, endingnya diselesaikan antara pemerintah desa dan masyarakat sekitar yang terkena dampak lalu lintas truk kontainer,” jelasnya.

Dia menambahkan, persoalan truk kontainer yang melintas di jalan Kabupaten Cirebon bukan hanya terjadi di Kecamatan Tengahtani saja. Tapi, ada kecamatan lain pun yang jalan kabupaten dilintasi truk kontainer, seperti di Kecamatan Kedawung, Plumbon, Desa Tegalwangi Kecamatan Plered, Desa Sende Kecamatan Arjawinangun, Kecamatan Gegesik, Pabedilan dan Ciledug.

“Bermula dari persoalan yang ada di Kecamatan Tengahtani ini, kami juga akan memberlakukan hal yang sama ke semua industri dengan mengedarkan surat edaran untuk melakukan hal serupa seperti di Kecamatan Tengah Tani. Kenapa demikian, agar tidak jadi bumerang di kemudian hari,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Himki Kabupaten Cirebon, Supriharto mengakui secara aturan memang jalan kabupaten itu tidak diperbolehkan dilalui kontainer. Tapi, harus ada solusi untuk mengurai persoalan tersebut. Sebab, industri yang kendaraannya melintas di Jl Ki Ageng Tapa atau melintas di jalan kabupaten sudah berjalan selama 20 tahun lebih.

Baca Juga:  Kehabisan Peti Mati, Subang Gunakan Kantong Mayat Untuk Jenazah Covid-19

Apalagi, ada 10 ribu masyarakat sekitar yang bekerja di semua sektor industri di wilayah itu. “Finalisasi kesepakatannya nanti akan ditindaklanjuti melalui pertemuan antara masyarakat, pemerintah desa, pihak kepolisian dan TNI yang difasilitasi kecamatan, pada hari Minggu (23/9) besok,” paparnya.

Dia menyampaikan, jika menggunakan aturan perundang-undangan, tentu saklek. Pengangkutan barang-barang dilakukan dengan cara dilansir atau diangkut secara bertahap melalui kendaraan yang lebih kecil. Sebab, menggunakan kontainer jelas dilarang.

“Tapi, kita seperti ini juga. Nanti kita cari solusinya di rapat finalisasi bersama tokoh masyarakat, pemdes, dan semua pihak terkait untuk membahas persoalan di lapangan. Apakah nanti kontainer tetap bisa masuk dengan mengatur jam operasional tertentu, atau seperti apa. Hasil secara detailnya nanti akan diketahui usai finalisasi rapat,” pungkasnya. (Abh)

Jabarnews | Berita Jawa Barat