Menurut Maurits, idealnya penyesuaian PBB dilakukan bertahap, misalnya setiap tiga tahun sekali. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 bahkan membuka ruang kenaikan tahunan, tetapi hanya dalam kondisi tertentu.
“Kalau dihitung tiga tahunan, kenaikan maksimal di bawah 15 persen. Tidak bisa langsung melonjak seperti kemarin,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika kenaikan PBB memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah daerah wajib memberi keringanan.
Apalagi jika lonjakan tarif dilakukan secara masif, Pemda sebaiknya menunda atau mencabut kebijakan tersebut.





