Kisruh Guru Honorer Di Garut Tambah Panas, Mogok Mengajar Terus Bergulir

JABARNEWS | GARUT – Plt. Kadisdik Kabupaten Garut, Djatjat Darajat menepis kalau dirinya sudah melontarkan kata guru honorer ilegal. Menurutnya, dalam PP 48 tahun 2005 kata honor sudah tidak ada. Artinya sudah tidak boleh lagi ada pengangkatan guru honorer sejak PP itu dikeluarkan.

Kata dia, persoalannya bukan ilegal atau legal, tapi guru honorer itu dari dulu hingga sekarang membicarakan bahwa status guru mencari legalitas.

“Bukan ilegal atau legal ya, bukan, bukan itu, tapi kan ketika guru honor itu membicarakan statusnya dari dulu sampai sekarang terkait keabsahan atau apa namanya status guru honor. Itu memang mencari legalitas, ya kan dibicarakan. Kan dari tahun lama sampai sekarang. Karena guru itu kan tidak bisa menerima honor dari BOS atau dari sertifikasi karena legalitasnya mungkin belum tercukupi,” kata Djatdjat, dengan nada gugup melalui sambungan seluler, Jumat (14/8/2018).

Menurutnya, kalau mereka mau mogok silahkan saja itu haknya. Kepala sekolah tinggal mencari penggantinya karena pembelajaran harus tetap berjalan.

Baca Juga:  Begini Langkah Dandim 0619 Purwakarta Antisipasi Bencana Alam

“Enggak atuh abi ge (saya juga). Mana kan saya ge di pendidikan atuh, ilegal gimana. Guru honor itu kan melaksanakan SPM di sekolahnya masing-masing, yang mengeluarkan surat tugasnya adalah kepala sekolah untuk melaksanakan SPM di sekolahnya masing-masing tahun anggaran. Tah itu maksudnya, maksudnya begitu,” jelasnya.

Saat ditanya kembali, apakah benar Plt. Kadisdik bicara guru honor itu ilegal? Kembali Djatdjat mengatakan tidak.

“Enggak atuh ih, kan kita ada ada tanya jawab, kan upaya itu mencari legalitas. Nah kita mendukung,” cetusnya.

Adapun syarat untuk mendapatkan tunjangan, dalam Permendikbud harus ada SK penugasan dari kepala daerah atau bupati. Dikatakan Djadjat, kalau dalam PP 48 mengatakan bahwa tidak ada lagi.

“Namun, sekali lagi, kalau menyangkut dengan legalitas dari Bupati, Bupati itu kan sebagai pembina kepegawaian yang diikat oleh PP 48. PP 48 menyatakan bahwa di sana tidak ada menyebut honor. Honor itu bukan berarti untuk guru saja, untuk pegawai lain juga tidak ada. Dengan PP 48 tadi, UU nomor itu tentang ASN. PP 48 itu tidak ada menyatakan tentang honor lagi untuk status kepegawaian di era sekarang, bukan hanya untuk guru,” jelasnya.

Baca Juga:  Majalengka Bakal Punya Wisata Petualangan Di Gunung Karang

“Karena PP 48, Bupati dianggap tidak bisa mengeluarkan SK itu. Sekarang mungkin mendalami tentang Permendikbud itu, ke mana arahnya. Misalkan di sana kan ada menyatakan ada surat penugasan dari Bupati, ya dari pemerintah daerah atas nama siapa nantinya. Nah sebetulnya di sana ranahnya,” cetusnya.

Terkait Permendikbud, ia mengakui, belum mengkomunikasikannya dengan pemerintah pusat. Selama ini pihaknya tetap hanya melihat PP. 48 Tahun 2005 yang melarang mengangkat honorer lagi.

Namun, reaksi panas di lapangan mulai menggelora. Aksi mogok mengajar sudah terjadi, di berbagai daerah Kabupaten Garut, seperti di Kecamatan Limbangan, Banyuresmi, Cikelet, dan Kecamatan Wanaraja. Dan hal itu akan terus berlanjut di 42 Kecamatan.

Bukan hanya itu, PGRI Kabupaten Garut siang ini akan menyelenggarakan rapat kordinasi terkait persoalan itu.

Baca Juga:  Jaga Ketahan Pangan, Berbagai Benih Sayuran Dibagikan Ke Warga Karawang

Menyikapi pernyataan Plt Kadisdik, Waketum Fagar, Dudi Abdullah, menyatakan, ia tak habis pikir dengan pernyatan Plt Kadisdik.

“Katanya kepala sekolah tidak boleh mengangkat honorer lagi, tapi ia memerintahkan kepala sekolah untuk mencari guru pengganti bila guru honorer mogok. Aneh ini,” katanya ketus, Jumat.

Dudi menambahkan, sejak saat ini, guru honorer mulai meninggalkan kelas. Mereka bergerombol di satu tempat. Seperti terjadi di Cikelet, siswa kelimpungan karena gurunya mulai meninggalkan kelas. Hal serupa terjadi di Leuwigoong dan Banyuresmi.

Di Kecamatan Malangbong, para kepala sekolah sudah menginstruksikan sejak Senin mendatang para guru untuk mogok mengajar.

“Semua pihak sudah mendukung untuk mogok mengajar, mulai dari kepala sekolah, UPT, Pengawas, an semua elemen. Mereka tidak terima kalau gurunya tidak dihargai, ” ujar Kepala SMA Swasta di Malangbong yang juga ketua Fagar Malangbong, Lesa WB. (Tgr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat