“Kepala daerah terpilih kemudian mempunyai beban besar untuk mengembalikan modal politik tersebut, dan sayangnya dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, yaitu korupsi,” kata Budi.
KPK menilai kasus Ardito Wijaya sekaligus mengonfirmasi temuan awal dalam kajian tata kelola partai politik yang sedang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
Salah satu hipotesisnya adalah tingginya kebutuhan dana partai politik, baik untuk pemenangan pemilu, operasional rutin, maupun agenda internal seperti kongres dan musyawarah.
Di sisi lain, lemahnya transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan partai politik dinilai memperbesar risiko masuknya aliran dana ilegal.
Kondisi ini membuat pengawasan menjadi sulit dan pencegahan korupsi tidak berjalan optimal.





