“Perancang, pelaku, dan penikmat dari kejahatan serapi itu harus diberangus sesegera mungkin,” tegas Iskandar.
Sebagai langkah korektif, IAW mendesak audit forensik oleh BPK dan PPATK terhadap aliran dana sejak 2019, serta penyidikan perencanaan pra-jabatan oleh Kejaksaan Agung dan KPK. Mereka juga mendorong revisi UU Tipikor agar memasukkan unsur korupsi dalam tahapan perencanaan, serta menggugat korporasi global yang terlibat.
“Jika dibiarkan, kita akan terus jadi negara yang dijajah teknologi dengan restu kekuasaan. Ketika rencana dibuat sebelum jabatan dimulai, saat itulah negara kehilangan kendali atas kedaulatannya,” katanya.
Iskandar menegaskan bahwa digitalisasi dan modernisasi pendidikan tidak boleh menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan dari kebijakan yang didesain dalam ruang obrolan yang penuh konflik kepentingan.
“Digitalisasi dan modernisasi pendidikan tidak boleh menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan. Apalagi jika kebijakan tersebut lahir dari ruang-ruang obrolan informal, penuh konflik kepentingan, dan hanya menguntungkan korporasi global,” pungkasnya. (Red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News