Tunggu Tiga Tahun, Keluarga TKI Yang Tewas Di Hong Kong Terima Asuransi

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Setelah ditunggu selama tiga tahun, klaim asuransi tenaga kerja Indonesia yang tewas karena kecelakaan kerja di Hong Kong akhirnya diterima oleh ahli waris. Konsulat Jenderal RI Hongkong bersama pihak terkait lainnya kini masih memperjuangkan hak-hak korban yang lain.

Pada 2015 lalu, seorang TKI perempuan berinisial EK meninggal di Hong Kong karena tertimpa pecahan balok dinding dari lantai lima. Saat itu, EK tengah berada di boarding house sambil menunggu majikannya mulai mempekerjakannya. Pengadilan Hong Kong lantas memutus bahwa majikannya itu tetap harus bertanggung jawab.

“Jadi, sesuai dengan hukum di Hong Kong, majikan bertanggung jawab terhadap seluruh hal yang terkait dengan tenaga kerja di rumah tangga, yang sesuai kontrak sedang bekerja di tempat mereka,” kata Konsul Jenderal RI Hong Kong Tri Tharyat, di Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Bandung Barat, Ngamprah, dikutip Pikiran Rakyat Selasa (24/7/2018).

Baca Juga:  KPK Gunakan Kantor Wakil Bupati Bandung Barat Selama 3 Hari, Buat Apa?

Disaksikan oleh perwakilan dari Pemkab Bandung Barat, Pemprov Jawa Barat, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), hingga aparat desa/kecamatan setempat, Tri menyerahkan klaim asuransi secara simbolis kepada pihak keluarga korban. Menurut Tri, pengajuan klaim ketenagakerjaan memerlukan proses dan waktu yang cukup panjang.

“Kenapa prosesnya cukup panjang, karena memang majikan berargumen bahwa korban meninggal tidak di dalam rumah. Ini sekaligus menjadi suatu preseden baik, karena ini sangat jarang terjadi. Walaupun dia meninggal di luar rumah, pengadilan Hongkong tetap memutuskan bahwa majikan bertanggung jawab untuk memberikan santunan,” katanya.

Dia menolak menyebutkan berapa nilai klaim asuransi yang diberikan, namun memastikan bahwa kedua anaknya EK dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Keluarga yang ditinggalkan EK, menurut Tri, juga dapat hidup dengan layak dari uang santunan.

Baca Juga:  Ini Kata Gibran Soal Status Keanggotaannya di PDIP

“Langkah selanjutnya yang akan kami lakukan adalah mengajukan gugatan keperdataan kepada pemilik gedung. Yang kedua managemen gedung, ketiga pemilik rumah yang kejatuhan, kemudian kontraktor dan pemilik agensinya. Ini gugatan perdatanya barangkali akan memakan waktu lebih lama. Namun, tidak apa-apa,” tuturnya.

Mewakili pihak keluarga, Nanang Ibrahim (38), mengatakan, pihak keluarga memiliki empat tuntutan atas kematian EK. Selain asuransi ketenagakerjaan, ahli waris juga menuntut tanggung jawab dari agen, pemilik gedung, dan majikan. Pengacara pihak keluarga di Hong Kong maupun KJRI Hongkong diharapkan dapat memperjuangkannya.

“Jadi yang saat ini diserahkan berupa asuransi ketenagakerjaan saja, tapi proses pengadilannya masih tetap berlanjut. Mudah-mudahan dengan upaya kerja sama semua pihak, bagaimana caranya agar kasus ini bisa selesai seadil-adilnya, sesuai dengan tuntutan pihak keluarga,” katanya.

Menurut dia, klaim asuransi mengalami keterlambatan lantaran sempat terjadi miskomunikasi. Pasalnya, Labour Department Hongkong menghubungi pihak keluarga dengan bahasa Inggris dan Chinese. Sementara pihak keluarga tidak memahaminya, sehingga prosesnya berlarut-larut sampai 2016.

Baca Juga:  Elf Keluar Jalur di Tol Cipali, Delapan Orang Tewas

“Baru pada 2016, ketika klaim asuransi mau berakhir dan akan hangus, kami sengaja memanggil guru bahasa Inggris untuk menelefon langsung ke Labour Departenent Hong Kong. Baru ada respons dan kami paham apa yang dimintakan. Akhirnya, 2016 kami siapkan semua berkas dan kami kirimkan ke KJRI Hong Kong. KJRI lalu membantu proses di peradilan,” katanya.

Lebih lanjut, dia menyatakan, EK merupakan warga Cihampelas, Bandung Barat. EK telah bekerja di Hongkong selama bebetapa tahun, namun meninggal pada usia 33 tahun sewaktu mau memulai kontrak kerja yang batu. EK meninggalkan dua anak laki-laki yang saat ini berumur 17 tahun dan 15 tahun. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat