Gelar Dialog Epistemik, Mahasiswa Universitas Paramadina Kritisi Peran Kampus

Mahasiswa Universitas Paramadina
Himpunan Mahasiswa Falsafah dan Agama (Detik Paramasophia) usai menggelar diskusi di Universitas Paramadina. (foto: istimewa)

Sementara Hema Malini menyatakan bahwa lulusan yang dihasilkan oleh kampus jauh dari ideal. “Kebebasan dibatasi dan dikerucutkan pada pemenuhan komoditi pasar,” tuturnya.

“Kampus menjadi pemasok tenaga kerja yang patuh dan terampil, padahal lulusannya digaji dengan upah yang murah,” tambahnya.

Baca Juga:  16.325 Botol Miras dan Barang Bukti Lainnya Dimusnahkan

Hema Malini juga menambahkan bahwa dengan sistem pendidikan yang demikian menyebabkan adanya penumpukan sarjana yang menunggu seleksi pasar kapitalis tanpa adanya orientasi pekerjaan yang jelas.

Baca Juga:  Tingkatkan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, DPRD Jabar Segera Bahas Raperda Desa Wisata

Dalam forum diskusi para pembicara menyepakati bahwa seharusnya kampus mampu melahirkan lulusan yang menggagas ide-ide kebaruan, mendedikasikan pemikirannya untuk kemajuan, dan tidak sekadar menjadi mesin produksi korporat.

Untuk itu perlu ada liberalisasi sistem pendidikan, mulai dari pemerataan kesempatan dan akses pendidikan dengan membenahi aliran dana subsidi dan beasiswa, membuka ruang bagi penelitian ilmiah, membebaskan pendidikan dari sistem feodal yang mendukung oligarki dan menjalankan sistem pendidikan kerakyatan. (red)

Baca Juga:  UMK 2019 Buruh Di Kota Bandung Rp 3.339.580,61, Oded: Sesuai Harapan