JABARNEWS| BANDUNG – Pengakuan UNESCO terhadap pencak silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda menegaskan nilai luhur seni bela diri tradisional Indonesia di mata dunia. Namun, penetapan tersebut bukan akhir dari proses, karena UNESCO secara berkala melakukan evaluasi setiap empat tahun untuk memastikan pencak silat terus dirawat, dilestarikan, dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh Indonesia.
Pencak Silat Diakui sebagai Warisan Budaya Luhur
Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya, mengapresiasi keputusan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang memasukkan tradisi pencak silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Menurut Edwin, pencak silat tidak dapat dipandang semata sebagai olahraga bela diri.
Ia menegaskan bahwa pencak silat merupakan warisan budaya luhur bangsa yang sarat nilai. Di dalamnya terkandung falsafah hidup, spiritualitas, serta unsur kesenian yang tumbuh dan berkembang secara turun-temurun. Karena itu, pengakuan UNESCO dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap identitas budaya Indonesia.
“Karena itulah, penetapan pencak silat sebagai warisan budaya tak benda ini adalah sebuah penghormatan bagi tradisi dan kebudayaan kita yang masih berkembang serta dipertahankan dari generasi ke generasi,” ujar Edwin, Senin (15/12/2025).
Peran Edwin dalam Proses Pengusulan ke UNESCO
Edwin menjelaskan, dirinya terlibat langsung dalam proses pengajuan dan pengusulan pencak silat sebagai warisan budaya dunia tak benda asal Indonesia. Atas peran tersebut, ia menerima penghargaan pada acara Anugerah Insan Pencak Silat yang diselenggarakan oleh Komite Pencak Silat Tradisi Indonesia (KPSTI).
Acara tersebut digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, pada Minggu, 14 Desember 2025. Selain menerima penghargaan, Edwin juga diminta menjadi narasumber dalam sarasehan nasional pencak silat.
“Selain mendapatkan penghargaan sebagai pengusul dan pendorong pencak silat sebagai warisan budaya tak benda, saya oleh Komite Pencak Silat Tradisi Indonesia (KPSTI) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) juga diminta menjadi narasumber dalam sarasehan yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai perguruan dan aliran pencak silat yang ada di Indonesia termasuk juga para guru besar-guru besar,” ujar Edwin saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung.
Evaluasi Berkala UNESCO dan Tantangan Pelestarian
Edwin mengingatkan bahwa UNESCO telah menetapkan pencak silat sebagai Warisan Budaya Tak Benda asal Indonesia sejak 2019. Namun demikian, penetapan tersebut tidak bersifat permanen tanpa upaya lanjutan.
Ia menekankan bahwa UNESCO akan melakukan evaluasi secara berkala setiap empat tahun. Evaluasi itu bertujuan memastikan negara asal benar-benar merawat dan melestarikan warisan budaya yang telah diakui.
“Jadi setelah ditetapkan itu bukan berarti selesai, karena UNESCO akan terus melakukan evaluasi per empat tahun sekali apakah pencak silat ini dirawat atau tidak oleh Indonesia, dilestarikan atau tidak,” bebernya.
Ia juga menyebutkan bahwa terdapat sekitar 16 item warisan budaya tak benda asal Indonesia yang seluruhnya berada dalam mekanisme evaluasi serupa.
Regenerasi Pencak Silat dan Keterbatasan Pelatih
Bagi Edwin, penghargaan yang diterimanya merupakan amanah besar. Amanah tersebut mendorongnya untuk terus aktif melestarikan dan memajukan pencak silat, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Terlebih, ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MASPI), yang menjadi salah satu inisiator pengusulan pencak silat ke UNESCO.
“Penghargaan ini menjadi sebuah amanah yang harus saya pertanggungjawabkan, supaya ke depan saya tetap eksis, aktif untuk melestarikan pencak silat dan mengangkat nama besar pencak silat, baik di kancah nasional maupun internasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan bahwa pihaknya terus berupaya agar pencak silat semakin diterima oleh masyarakat luas. Fokus utama diarahkan kepada generasi muda. Salah satu langkah strategis yang didorong adalah menjadikan pencak silat sebagai muatan lokal atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dasar dan menengah.
“Dan ini sudah kita sempat bicarakan jauh-jauh hari sebetulnya supaya pencak silat masuk ke dalam muatan lokal atau ekstrakurikuler yang ada di setiap sekolah,” ungkapnya.
Meski demikian, Edwin mengakui masih terdapat tantangan serius. Tantangan tersebut terletak pada keterbatasan tenaga pelatih yang memiliki kemampuan mengajar secara pedagogis. Di Kota Bandung, banyak praktisi dan ahli pencak silat. Namun, tidak semuanya memiliki kemampuan komunikasi dan metode pengajaran yang sesuai untuk anak usia sekolah.
“Kan perlu well educated, komunikasi yang bagus. Jadi saya kira perlu juga ada program pelatihan juga untuk para pelatih untuk menjadi pelatih yang baik, TOT-lah kalau bahasa kita,” pungkasnya.(Red)





