Warga Keluhkan Nilai BPNT Tak Utuh Rp 110 Ribu

JABARNEWS | GARUT – Program Bantuan pangan non Tunai ( BPNT ) dipersoalkan sejumlah warga Garut, program itu dianggap tidak efektif. Sejumlah Kades di Garut meminta program BPNT ditinjau ulang. Seperti yang terjadi di Kecamatan Malangbong , perguliran program ini lebih banyak melibatkan pihak ketiga ketimbang memanfaatkan potensi lokal desa setempat.

Diakui Ketua Bumdes Desa Malangbong Obing, tidak sepenuhnya program itu dikelola oleh pihak Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) saat ini saja kata dia hanya 100 KPM, yang sempat dikelolanya. Sisanya ada pihak ketiga.

“Pada tahap pertama perguliran BPNT malah melibatkan pihak ketiga, sedangkan pada tahap kedua diambil alih oleh pihak Bumdes. Tapi di tahap ketiga tidak seluruhnya oleh pihak Bumdes. Hanya sebagian saja yang dikelola Bumdes,” ujar Obing pada Jabarnews, Kamis (5/7/2018).

Begitu juga di Kecamatan Malangbong Ketua Bumdes Muktiraharja Iwa, Desa Caringin, Kecamatan Karangtengah menyesalkan adanya keterlibatan pihak ketiga. Menurutnya terkait dengan BPNT, pihak Bumdes akan menolak campur tangan dari pihak ke-3 dalam hal pengadaan beras dan telur. Sebab banyak persoalan yang membuat pengurus Bumdes dan pemerintah di Desanya kecewa dengan pengelolan pihak ketiga.

Baca Juga:  Pemkab Cianjur Dapat Apresiasi Sepekan PPKM Darurat, Ini Pesan Herman Suherman

“Selain ada keterlambatan penyaluran, kualitas beras tidak maksimal.” ujar iwa pada wartawan.

Sementara Kepala Desa Pancasura, Kecamatan Singajaya, Saefuloh A Rido, menilai program BPNT sangat tidak efektif. menurutnya, program tersebut lebih menguntungkan pihak pengusaha dalam hal ini suplier ketimbang dirasakan manfaatnya oleh rakyat miskin.

“Program BPNT sebagai gantinya program Raskin yang sudah sangat dikenal di masyarakat sangat tidak efektif. Selama ini kami banyak menerima keluhan (masyarakat),” ujar Saefuloh.

Menurutnya, pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk program BPNT ini. Sayangnya yang lebih menikmati anggaran BPNT justeru pihak pengusaha sebagai penyedia barang.

“Tiap KK penerima manfaat program BPNT mendapatkan jatah senilai Rp 110 ribu. Namun pada kenyataannya paling yang mereka terima tidak lebih dari Rp 80 ribu,” ungkapnya.

Baca Juga:  Pendiri PT Astra Group Mendapat Gelar Doktor Kehormatan ITB

Dijelaskannya, penerima manfaat BPNT hanya menerima beras sebanyak 10 kilogram dan telur sebanyak 10 butir. Jika diambil besarnya harga beras Rp 10 ribu per kilogram dan telur sebanyak 10 butir Rp 14 ribu, maka total yang diterima KK penerima manfaat BPNT hanya mencapai Rp 80 ribu.

“Dengan demikian, pihak pengusaha sudah meraup keuntungan sebesar Rp 30 ribu dari satu KK penerima manfaat BPNT saja. Sedangkan di Garut ini ada jutaan KK penerima manfaat BPNT dan jika dikalikan dengan Rp 30 ribu, sungguh angka yang sangat sangat besar,” tukasnya.

Menurut Saefuloh, di desanya saja jumlah KK penerima manfaat BPNT ada 700 KK. Jika dirata-ratakan saja tiap desa ada 612 KK penerima manfaat BPNT, maka jika dikalikan dengan jumlah desa yang ada di Garut yang mencapai 421.

Baca Juga:  Gempa Guncang Sumatera Utara dan Aceh, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

“Masyarakat seringkali mengeluhkan kualitas beras dan telur dari program BPNT yang buruk. Apalagi untuk telur yang tak sedikit yang sudah berbau tidak enak saat diterima masyarakat sehingga kadang pada akhirnya telur tersebut dibuang. Kami meminta pemerintah mengkaji ulang program BPNT ini karena dinilai tidak efektif dan tidak tepat sasaran,” ucap Saefuloh.

Menurutnya, selama ini program raskin telah cukup efektif. Kalaupun pemerintah mempunyai program lain seperti BPNT, kenapa tidak dtambahkan saja kepada program sebelumnya yang sudah baik, bukan malah menghilangkan program yang sudah ada.

Dari jumlah KK 2200, di desanya terdapat 800 yang tergolong KK miskin. Namun yang mendapatkan bantuan program BPNT hanya 612 KK dan ini menunjukan betapa tidak epektif dan tepat sasarannya program BPNT ini. (Tgr)

Jabarnews | Berita Jawa Barat.