Kini, Situs Gunung Padang Jadi Cagar Budaya Nasional

JABARNEWS | CIANJUR – Situs megalitikum Gunung Padang resmi berubah nama menjadi Cagar Budaya Nasional Gunung Padang. Peresmian lokasi wisata tersebut menandakan, bahwa Gunung Padang kini menjadi perhatian bersama antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah.

Penyerahan sertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diserahkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur. Penyerahan dilakukan oleh dua orang perwakilan dari Kemendikbud yang diterima langsung oleh Plt. Kepala Disdikbud Kabupaten Cianjur, Budi Rahayu.

“Atas nama warga dan pemerintah Kabupaten Cianjur, kami bersyukur Gunung Padang akhirnya dijadikan cagar budaya nasional. Kami mengharapkan, peresmian tersebut, Gunung Padang akan mendapat perhatian bersama dari pemerintah,” kata Budi, dikutip pikiran-rakyat.com, Jumat (28/12/2018).

Menurut dia, Disdikbud akan segera menyerahkan sertifikat kepada Plt Bupati Cianjur. Pasalnya, setelah ditetapkan menjadi cagar budaya nasional, Pemkab Cianjur tidak akan lepas tanggung jawab dan tetap menjaga situs tersebut dengan kewenangan yang ditentukan pusat.

Baca Juga:  Disbudpar: Kurangi Kemacetan di Bandung Sektor Wisata Harus Disebar

Ia menjelaskan, ditetapkannya Gunung Padang sebagai cagar budaya nasional, secara otomatis turut merubah beberapa hal yang berkaitan dengan lokasi tersebut. Di antaranya, penamaan yang masih membubuhkan kata situs, akan dirubah termasuk penamaan arah jalan.

Hal tersebut, diakui menjadi agenda nasional sehingga seluruh penamaan yang belum sesuai memang harus dirubah. Maka dari itu, diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan Dinas Perhubungan Cianjur terkait hal tersebut.

“Terkait kewenangan lokasi, nanti juga akan berubah. Tapi yang jelas Gunung Padang sudah menjadi agenda pusat, provinsi, dan daerah. Selaras dengan program Gubernur Jabar yang akan mengembangkan kawasan Cagar Budaya, jadi kan pengelolaan Gunung Padang ini semakin sinkron,” ucapnya.

Ia menjelaskan, pemerintah pusat akan melakukan pengelolaan dan pelestarian kawasan inti satu dan inti dua. Sementara provinsi dan daerah memiliki kewenangan pengembangan di zona inti tiga dan inti empat.

Budi akan meminta arahan, terkait kawasan mana yang bisa dikembangkan pemerintah daerah dan kawasan mana yang bisa dikunjungi secara umum maupun khusus.

Baca Juga:  Polisi Dalami Kasus Peredaran Narkoba di Lapas Cikarang

Sementara itu, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat sekaligus Arkeolog, Luthfi Yondri pernah memberikan masukan terkait pengelolaan Gunung Padang. Menurut dia, zonasi di lokasi itu masih perlu ditata.

“Sekarang itu ada empat zonasi yang belum selesai ditata. Gunung Padang itu kan terbagi menjadi zona inti (1), penunjang (2), penyangga (3), dan pengembangan (4). Harus diingat, nantinya tidak boleh ada lagi proses pembangunan di zona 1 dan 2. Bangunan tambahan tidak dianjurkan untuk berdiri lagi di sana, terlebih jika tidak berfungsi sebagai pelindung situs,” ujar Luthfi.

Bangunan tambahan untuk meningkatkan nilai situs dapat dibangun di zona 3 terkait informasi situs, seperti site museum yang mencakup informasi Gunung Padang bagi pengunjung. Luthfi mengatakan, hanya pembangunan seperti itu saja yang diperbolehkan di zona tersebut.

Baca Juga:  Sepekan Jelang Natal, Harga Kebutuhan Pokok Naik Disyukuri Petani

“Di titik itu tidak boleh ada usaha. Kalau mau ada lahan usaha, nanti bisa di zona 4 saja yang memang belum ada batasan jelasnya. Luasan zona 4 untuk menunjang Gunung Padang memang diserahkan pada pemprov, karena sepertinya akan menyinggung wilayah Sukabumi juga,” ujar dia.

Luthfi juga terus menyarankan, agar ada perencanaan alur kunjungan ke Gunung Padang agar kepadatan dapat terurai. Menurut dia, diperlukan kajian mendalam mengenai cara membuat alur kunjungan tersebut. Salah satunya dengan mengembangkan desa penyangga di sekitar situs.

Ia menyarankan, agar disediakan sarana audiovisual untuk pengunjung yang menunggu giliran atau yang tidak bisa mendaki ke atas. Ada baiknya juga, jika ke depannya diberlakukan batas waktu kunjungan kepada setiap rombongan wisatawan. Setidaknya setiap 20 pengunjung, dapat menikmati wisata idealnya selama 15-30 menit. Hal itu, dianggap dapat mencegah kerusakan tangga batu maupun keseluruhan situs. (Des)

Jabarnews | Berita Jawa Barat