JABARNEWS | BANDUNG – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat menyampaikan keprihatinan mendalam atas tragedi longsor tambang di Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, yang menewaskan belasan orang. Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, menyebut insiden tersebut sebagai bukti nyata lemahnya tata kelola dan pengawasan pertambangan di Jawa Barat.
“Gunung Kuda bukan satu-satunya insiden yang memakan korban jiwa. Ini menunjukkan praktik pertambangan di Jabar masih jauh dari profesional dan abai terhadap standar keselamatan,” ujar Iwang, Minggu (1/6/2025), saat dihubungi di Bandung.
Iwang menilai banyak pelaku usaha tambang di Jawa Barat hanya menjadikan dokumen perizinan sebagai formalitas legal semata. Padahal, izin tambang semestinya mencakup analisis dampak lingkungan (AMDAL), serta laporan berkala seperti RKL dan RPL, yang harus dijalankan secara konsisten.
“Apakah pelaku usaha benar-benar menjalankan kewajiban membuat laporan semesteran? Apakah pemerintah benar-benar mengawasi kesesuaian antara praktik di lapangan dengan isi dokumen? Ini yang selama ini lemah. Baru kelabakan setelah ada korban,” tegasnya.
Meski tambang di Gunung Kuda memiliki izin resmi, Walhi mencatat adanya ketidaksesuaian antara dokumen dan praktik di lapangan. Mulai dari penggunaan alat berat yang berbeda dari yang tercantum dalam dokumen hingga jam operasional yang jauh melebihi batas ketentuan.