Daerah

Perda Lama Tak Relevan, DPRD Bandung Rancang Aturan Baru untuk Kesejahteraan Sosial yang Lebih Adaptif

×

Perda Lama Tak Relevan, DPRD Bandung Rancang Aturan Baru untuk Kesejahteraan Sosial yang Lebih Adaptif

Sebarkan artikel ini
Perda Lama Tak Relevan, DPRD Bandung Rancang Aturan Baru untuk Kesejahteraan Sosial yang Lebih Adaptif
Pansus 12 DPRD Bandung Siapkan Raperda Baru: Perkuat Peran LKS dan Tertibkan Penyelenggaraan Sosial

JABARNEWS | BANDUNG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 tengah menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru untuk menggantikan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (PKS). Langkah ini diambil setelah lebih dari separuh isi perda lama dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan regulasi nasional di bidang kesejahteraan sosial.

Perubahan besar tersebut juga menjadi tindak lanjut atas dinamika kebijakan dari Kementerian Sosial yang terus berkembang dalam satu dekade terakhir. Kini, Pansus 12 berupaya menghadirkan regulasi yang lebih komprehensif, adaptif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat Kota Bandung.

Selaras dengan Aturan Nasional dan Dinamika Sosial

Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, Susanto Triyogo Adiputro, S.ST., M.T., menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan kelanjutan dari dua aturan sebelumnya, yaitu Perda Nomor 24 Tahun 2012 dan Perda Nomor 5 Tahun 2015.

“Setelah diinventarisir, ternyata perubahan yang dibutuhkan mencapai lebih dari 50 persen. Karena itu, kami memutuskan untuk mencabut Perda Nomor 24 Tahun 2012 dan menyusun aturan baru yang lebih komprehensif,” ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, baru-baru ini.

Menurutnya, Raperda baru ini menyesuaikan dengan sejumlah peraturan penting di tingkat nasional, seperti Permensos Nomor 3 Tahun 2024 tentang Undian Gratis Berhadiah (UGB), Permensos Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB), serta Permensos Nomor 5 Tahun 2024 tentang Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).

Baca Juga:  Masalah Sampah di Jabar Tak Kunjung Beres, Fraksi PKS Jabar: Bandung Bau!

“Selain itu, kami juga membahas mekanisme UGB, PUB, dan LKS agar penataan, manajemen, serta penyelenggaraan penanganan kesejahteraan sosial di Kota Bandung lebih tertib,” lanjutnya.

Perubahan ini diharapkan dapat memperjelas sistem penyelenggaraan kegiatan sosial agar tidak menimbulkan praktik pungutan liar dan pelanggaran hukum lainnya.

Perkuat Peran dan Fungsi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)

Dalam Raperda baru, istilah organisasi sosial akan diganti menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Perubahan istilah ini bukan sekadar administratif, melainkan bagian dari penataan sistem sosial yang lebih terukur.

Susanto menegaskan, Pemerintah Kota Bandung nantinya akan memiliki sistem pendataan resmi bagi seluruh LKS yang beroperasi. Tujuannya agar pemerintah dapat memiliki instrumen yang kuat dalam pelaksanaan dan pengawasan program kesejahteraan sosial.

“Perlu ada sistem yang tegas, termasuk sanksi sosial atau blacklist bagi pelanggar, meskipun sanksi pidana sudah diatur dalam undang-undang,” tegasnya.

Ketua Pansus 12, Iman Lestariyono, juga menjelaskan bahwa perubahan ini mencakup penataan kewenangan dan sanksi administratif. Beberapa kewenangan yang sebelumnya diatur dalam perda lama kini telah beralih ke pemerintah pusat, termasuk urusan izin undian berhadiah.

“Awalnya ini perubahan. Kemungkinannya karena perubahan pasalnya lebih dari 50 persen, jadi pencabutan. Akhirnya buat Perda baru,” jelasnya.

Ia menambahkan, Pansus juga mendorong agar sanksi lebih diarahkan pada penegakan moral dan administratif, sementara pidana tetap menjadi kewenangan hukum nasional. “Kalau pidana kita serahin saja kepada proses hukum,” tegas Iman.

Baca Juga:  Sujumlah Ruas Jalan di Kota Bandung Berlakukan Sistem Buka Tutup Selama Akhir Pekan, Ini Loasinya

Selain itu, Raperda baru juga memperkuat peran LKS sebagai mitra strategis Pemkot Bandung. Fleksibilitas lembaga sosial dalam menyalurkan bantuan akan menjadi solusi di tengah keterbatasan mekanisme anggaran pemerintah yang sering kali memerlukan waktu panjang.

“Contoh kecil saja, misalkan ada warga yang membutuhkan kursi roda. Kalau mengandalkan Dinas Sosial, tidak bisa serta-merta karena pengajuannya harus satu tahun sebelumnya. Nah, kalau kasus seperti itu kita bisa minta bantuan di-backup oleh LKS,” ujarnya mencontohkan.

Menuju Kota Bandung yang Kolaboratif dan Responsif

Selain fokus pada penataan regulasi, Pansus 12 juga menyoroti pentingnya data sosial yang akurat dan terintegrasi. Susanto menyebut bahwa data menjadi dasar untuk menangani isu strategis seperti stunting, pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan.

“Spirit kesejahteraan sosial ini tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Sosial, tetapi juga portofolio seluruh OPD. Dinsos menjadi leading sector, namun pelaksanaannya harus bersinergi dengan dinas lain,” terangnya.

Arah kebijakan baru ini mendukung visi “Smart Collaboration Well-Fair City”, yaitu kota yang membangun kesejahteraan melalui kolaborasi cerdas, data terpadu, dan ekonomi inklusif. Indikatornya mencakup penurunan kemiskinan, peningkatan indeks UMKM, penurunan stunting, peningkatan IPM dan indeks kebahagiaan, serta penguatan lingkungan hidup seperti RTH dan pengelolaan sampah.

Penerapan konsep ini juga didukung dengan digitalisasi layanan sosial. Kota Bandung tengah menyiapkan sistem DTSEN, yaitu aplikasi layanan sosial terintegrasi yang memudahkan masyarakat mengakses bantuan dan informasi kesejahteraan.

Baca Juga:  Pengedar Sabu Asal Serdang Bedagai Ditangkap Polisi di Tebing Tinggi

Dukungan Penuh dan Target Penyelesaian

Proses penyusunan Raperda ini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Bandung, Irvan Alamsyah, S.IP, menegaskan bahwa pembaruan ini memang diperlukan untuk menyesuaikan perubahan istilah dan kewenangan yang kini beralih ke tingkat pusat.

“Berdasarkan hasil konseling dengan kementerian, sepertinya banyak pasal yang harus diubah, bahkan indikasinya mengarah pada penggantian Perda baru,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua BAZNAS Kota Bandung, Akhmad Roziqin, menyambut baik inisiatif ini. Ia berharap Raperda baru dapat memperkuat koordinasi antara lembaga kesejahteraan sosial dan pemerintah daerah.
“Kami BAZNAS Kota Bandung menyambut baik Raperda (PPKS). Ini akan menambah semangat baru demi kebaikan dan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan,” ucapnya.

Pansus 12 menargetkan pembahasan Raperda dapat rampung pada Desember 2025. Namun, karena padatnya agenda akhir tahun, penyelesaian penuh kemungkinan akan berlanjut hingga awal tahun berikutnya.

“Sebagai bagian dari penyempurnaan, kami juga akan melakukan studi tiru ke daerah yang sudah lebih dulu menerapkan sistem kolaboratif, salah satunya ke Yogyakarta,” pungkas Susanto.

Dengan penyusunan perda baru ini, DPRD dan Pemerintah Kota Bandung berharap dapat mewujudkan sistem kesejahteraan sosial yang lebih adaptif, transparan, dan berpihak pada masyarakat, sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 34, bahwa negara bertanggung jawab terhadap fakir miskin dan anak terlantar.(Red)