Sumarni menjelaskan, sebagian pelaku masih berstatus pelajar SMP dan SMA, bahkan ada mahasiswa serta anggota kelompok bermotor yang ikut dalam aksi anarkis tersebut.
Mayoritas pelaku diketahui bergabung setelah menerima ajakan melalui media sosial, lalu menyusup saat aksi unjuk rasa hingga terjadi perusakan di gedung DPRD Cirebon.
“Kami sedang dalami siapa aktor yang menggerakkan mereka karena aksi awalnya berjalan damai, tetapi kemudian berubah anarkis,” kata Sumarni.
Kapolresta mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat dijamin undang-undang, namun tidak boleh dilakukan dengan cara merusak fasilitas umum atau melanggar hukum.
“Aksi boleh saja, tapi harus sesuai aturan hukum. Tidak boleh anarkis apalagi sampai menjarah,” tegasnya.