Salah satu fokus KLH/BPLH adalah bangunan di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 (eks PTPN VIII), meski kawasan itu telah memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sejak 2011. KLH menemukan bahwa delapan perusahaan memiliki persetujuan lingkungan yang tumpang tindih dengan DELH milik PTPN.
Delapan perusahaan tersebut adalah PT Pinus Foresta Indonesia, PT Jelajah Handal Lintasan (JSI Resort), PT Jaswita Lestari Jaya, PT Eigerindo Multi Produk Industri, PT Karunia Puncak Wisata, CV Pesona Indah Nusantara, PT Bumi Nini Pangan Indonesia, dan PT Pancawati Agro.
Tiga perusahaan, yaitu PT Bumi Nini Pangan Indonesia, PT Jaswita Lestari Jaya, dan PT Pancawati Agro telah dikonfirmasi akan dicabut izinnya oleh Bupati Bogor. Lima lainnya masih dalam proses evaluasi.
KLH telah mengirim surat resmi kepada Bupati Bogor pada 24 April 2025 dengan tenggat waktu 30 hari kerja untuk menyelesaikan proses pencabutan seluruh izin lingkungan. Jika tidak ditindaklanjuti, KLH/BPLH akan mengambil alih langsung pencabutan izin tersebut.
Evaluasi teknis KLH/BPLH juga mengungkap pelanggaran berat, mulai dari pembukaan lahan dalam kawasan taman nasional, tidak adanya sistem pengelolaan air larian, hingga ketiadaan pengukuran kualitas udara, air limbah domestik, dan fasilitas penyimpanan limbah B3.