JABARNEWS | MAJALENGKA – Produksi genteng di Kabupaten Majalengka sepanjang musim kemarau mengalami penurunan. Berbeda dengan produksi bata merah yang justru meningkat.
Hal itu dikarenakan proses jemuran atau pengeringan genteng terlalu cepat, sehingga bisa menghasilkan retak-retak, dan hal itu tidak baik bagi produksi genteng.
Salah seorang pegawai, Jejen membenarkan untuk proses pengeringan genteng dalam sehari memang bisa langsung kering. Namun, pihaknya mengaku kerepotan sebab pegawai justru malah beralih membuat bata merah.
“Dalam proses penjemuran pada kondisi cuaca panas ini, sehari bisa langsung kering. Sangat cepat memang. Tapi produksi sekarang dibatasi, sebab pegawainya mulai beralih ke pembuatan bata merah, lebih simpel dan tidak takut retak-retak,” ungkapnya, Selasa (9/10/2018).
Sementara itu, salah seorang pengusaha genteng di Jatiwangi, Agus Djauhar Ulumudin mengatakan untuk produksi genteng pada cuaca panas ini, diakuinya justru malah menurun. Alasannya karena pegawainya malah memilih membuat bata merah. Meski diakuinya untuk pemesanan cukup banyak.
“Cuaca panas ini untuk produksi genteng malah menurun. Pesanan selalu ada saja, tapi pegawai kita kerepotan. Proses pengeringan yang terlalu lama membuat genteng jadi pecah-pecah, itu berarti gagal,” katanya.
Ia menambahkan, meskipun diproduksi ulang, biaya produksinya jadi bertambah. “Pegawai kita lebih memilih membuat bata merah, tingkat ketebalan membuat bata merah membuat proses pengeringan bata merah justru malah bagus,” ungkapnya.
Agus menambahkan sebagai gambaran, pihaknya pernah memproduksi sebanyak 26 ribu genteng. Namun yang terpakai dengan kualitas bagus hanya Rp 12 ribu. Sehingga, jika dihitung dalam kalkulasi ekonomi, produksi genteng malah merugi.
“Harga satu genteng saat ini Rp1.250, kalau dikalikan jumlah produksi genteng yang gagal itu lumayan banyak. Makanya pesanan yang banyak, kita cancel. Sebab dari sisi produksi tidak terkejar,” ungkapnya. (Rik)
Jabarnews | Berita Jawa Barat