JABARNEWS | YOGYAKARTA – Ketua Dekopinda Kota Bandung, Dr. H. Usep Sumarno, SH, SE, S.Ak, MM, M.Si, MH., menegaskan bahwa koperasi akan dianggap berhasil jika mampu menciptakan omzet yang sehat dan memberikan penghasilan nyata bagi pengurus serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat memberikan pembekalan dalam pelatihan bertema “Jati Diri Koperasi” di Yogyakarta, Kamis (31/7/2025). Ia menilai, koperasi yang hanya berjalan secara administratif tanpa memberi dampak ekonomi langsung belum bisa disebut maju.
Koperasi Harus Dipahami, Bukan Sekadar Dijalankan
Usep mengawali paparannya dengan menyoroti pentingnya pemahaman mendalam tentang jatidiri koperasi. Menurutnya, koperasi tidak akan berhasil jika para pengurus dan anggota tidak mengetahui makna dasar dari koperasi itu sendiri.
“Sekarang mau sukses gimana kalau semua yang terlibat dalam koperasi tapi tidak memahami apa itu koperasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa koperasi adalah badan usaha yang berorientasi pada keuntungan. Namun, keuntungan itu tidak selalu berbentuk uang. Koperasi harus menjadi ruang untuk bersosialisasi dan membangun nilai kebersamaan.
“Koperasi ini terdiri dari sekumpulan orang bukan perorangan, artinya keuntungan tersebut bukan hanya berbentuk keuangan namun lebih pada bersosialisasi. Tentunya keuntungan pun tetap harus ada,” jelasnya.
Ukur Keberhasilan dari Omzet dan Kesejahteraan
Dalam kesempatan itu, Usep menekankan bahwa ukuran kemajuan koperasi bukan hanya dari jumlah anggotanya. Lebih dari itu, koperasi dinilai sukses jika mampu menghasilkan omzet besar dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh pihak yang terlibat.
“Karena dalam koperasi itu bisa dikatakan maju dan berhasil ketika sudah bisa mensejahterakan anggota dan mampu memberikan penghasilan bagi para pengurusnya,” katanya.
Pernyataan ini menjadi penekanan bahwa koperasi bukan hanya wadah formal, melainkan instrumen ekonomi yang harus berdampak nyata pada kehidupan anggotanya.
Pelatihan Jadi Kunci Keberhasilan
Usep mengingatkan bahwa keberhasilan koperasi juga sangat tergantung pada pengetahuan dan kemampuan para pengurus. Menurutnya, koperasi tidak bisa dijalankan hanya bermodalkan semangat atau teori akademis semata.
“Tanpa faham ilmunya, kita tidak mungkin akan berhasil. Termasuk koperasi. Jadi pengurus itu harus sering mengikuti pelatihan supaya faham,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa pelatihan memberikan ruang lebih besar untuk bertukar pengalaman dan belajar langsung dari praktik di lapangan. Oleh karena itu, pelatihan dianggap jauh lebih efektif dibanding hanya mengandalkan pembelajaran akademik.
“Dan yang paling utama koperasi itu tidak bisa berdasarkan disiplin ilmu yang dipelajari melalui akademisi. Kalau pelatihan kan lebih banyak dari sosialisasi dan bertukar ilmu dengan sesama peserta pelatihan,” tambahnya.
Jabatan Fleksibel, Tapi Pengkaderan Harus Jalan
Di akhir sesi, Usep menyinggung soal kepemimpinan dalam koperasi. Ia menyatakan bahwa tidak ada aturan baku mengenai batas waktu menjabat sebagai ketua atau pengurus koperasi. Selama mampu membawa kesejahteraan dan masih dipercaya anggota, pengurus sah saja melanjutkan kepemimpinannya.
“Selama anggota memberikan kepercayaan dan memberikan kemajuan demi kesejahteraan ya jalankan,” ujarnya.
Namun demikian, ia tetap menekankan pentingnya pengkaderan secara internal. Menurutnya, regenerasi harus dilakukan secara simultan dan berasal dari anggota koperasi sendiri, bukan dari pihak luar.
“Jadi karena dianggap sudah dua periode jadi harus diganti. Gak begitu. Apalagi penggantinya itu dari pihak luar yang dianggap mampu. Saya jamin tinggal menunggu kehancuran,” tegasnya.
Ia menutup dengan penekanan bahwa hanya anggota koperasi yang benar-benar memahami kondisi internal organisasi. Karena itu, pengurus idealnya berasal dari kalangan anggota sendiri.
“Pengurus ataupun ketua koperasi itu harus anggota. Sehingga hapal situasi, jadi harus ada pengkaderan dan dilakukan secara simultan,” pungkasnya.(Red)