Untuk meyakinkan korban, tersangka menunjukkan berbagai dokumen resmi seperti surat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jabar, nota kesepahaman dengan Apdesi, undangan peresmian, hingga surat dukungan yang mencatut nama Wakil Gubernur Jawa Barat.
Namun, setelah barang dikirim sesuai pesanan, pembayaran tidak pernah dilakukan. Padahal diketahui sejumlah desa sudah menerima pencairan dana desa melalui Bank BJB.
“PT ABK tidak pernah membayar kepada PT MTK. Akibatnya korban mengalami kerugian sekitar Rp585 juta,” ujar Joko.
Polisi menegaskan kasus ini menjadi peringatan bagi pelaku usaha, terutama pengelola BUMDes, agar lebih waspada terhadap tawaran kerja sama proyek yang terindikasi fiktif.
“Biasanya modus yang dipakai pelaku adalah menggunakan dokumen resmi untuk meyakinkan korban. Tersangka dijerat Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP tentang Penipuan dan/atau Penggelapan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara,” tegas Joko.