JABARNEWS | BANDUNG – Yayasan Margasatwa Tamansari atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bandung Zoo melalui kuasa hukum Pasopati Law Firm resmi mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Bandung. Gugatan ini diajukan oleh delapan pengurus dan pembina sah yayasan yang merasa hak serta kewenangannya diabaikan dalam perubahan kepengurusan. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 15 pihak digugat, termasuk individu yang pernah duduk sebagai pembina maupun pengurus yayasan, dua notaris, hingga Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia sebagai turut tergugat.
Kuasa hukum penggugat, Martin Benny, S.H., M.H., menegaskan bahwa langkah hukum ini ditempuh demi memulihkan marwah yayasan. “Kami menilai telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dan manipulasi dokumen hukum yang merugikan Yayasan Margasatwa Tamansari. Karena itu, gugatan ini kami ajukan untuk mengembalikan kepengurusan pada jalurnya serta melindungi aset dan tujuan sosial-keagamaan yayasan,” tegasnya.
Para Penggugat: Pengurus Sah Yayasan
Delapan penggugat yang tampil di persidangan tercatat sebagai pembina dan pengurus sah yayasan yang sebelumnya bernama Yayasan Marsyaefka Tamasani. Mereka menegaskan bahwa kedudukan hukum mereka sah berdasarkan akta pendirian yayasan tahun 1957 serta perubahan-perubahan yang tercatat resmi di Kementerian Hukum dan HAM.
Kedelapan penggugat ini menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan semata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menjaga amanah para pendiri yayasan yang telah mengabdikan diri sejak awal berdiri.
Sejarah Yayasan yang Sarat Dedikasi
Yayasan Marsyaefka Tamasani—kini dikenal sebagai Yayasan Margasatwa Tamansari—didirikan pada 22 Februari 1957 di Kota Bandung oleh Raden Bisma Bratakusuma dan Adolf Kenz Korber. Yayasan ini lahir dengan visi besar di bidang pendidikan, sosial, dan keagamaan, sekaligus mengelola aset publik berupa Kebun Binatang Bandung.
Selama lebih dari enam dekade, yayasan ini beberapa kali melakukan perubahan susunan pembina, pengurus, dan pengawas yang tercatat resmi dalam Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU). Namun, sejak periode 2017–2024, muncul dugaan bahwa proses perubahan kepengurusan tidak lagi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Sengketa inilah yang kini pecah menjadi perkara hukum terbuka di pengadilan.
Sengketa Kepengurusan dan Deretan Tergugat
Dalam sidang gugatannya di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (1/10/2025), pengurus sah Yayasan Margasatwa Tamansari menyeret 15 pihak sebagai tergugat, di antaranya:
Tergugat I: Tono Sugeng Prabowo
Tergugat II: H. Edhy Darmawan
Tergugat III: Budi Setiawan
Tergugat IV: Eko Nugroho
Tergugat V: Drs. Raden Mulyadi
Tergugat VI: Yudi Saputra
Tergugat VII: Sri Hartono
Tergugat VIII: H. Dedi Kusnadi
Tergugat IX: Ir. Bambang Suryana
Tergugat X: Ahmad Fauzi
Tergugat XI: Endang Rachmat
Tergugat XII: Lina Marlina
Tergugat XIII: H. Rachmat Hidayat
Tergugat XIV: Rini Apriani
Tergugat XV: Dr. Agus Wahyudi
Sedangkan pihak yang digugat sebagai turut tergugat meliputi:
Turut Tergugat I: Notaris A. Susanti, S.H.
Turut Tergugat II: Notaris H. Firdaus, S.H.
Turut Tergugat III: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Turut Tergugat IV: Sri Hartini Soetjipto
Menanggapi gugatan tersebut, kuasa hukum tergugat Yopi Gunawan, S.H., M.H. menyatakan bahwa pihaknya baru menerima panggilan sidang tanpa lampiran berkas gugatan lengkap.
“Hari ini merupakan sidang pertama. Kami baru mendapatkan panggilan, bukan berkas gugatan lengkap. Jadi tentu kami perlu mempelajarinya terlebih dahulu,” ujarnya.
Konflik Hukum yang Berkepanjangan
Perseteruan kepengurusan ini berakar sejak 2017, ketika Tergugat I dan Tergugat II diangkat sebagai pembina yayasan, sementara Tergugat VI menjabat Ketua Pengurus. Sejak saat itu, masalah mulai bermunculan, termasuk dugaan kelalaian Tergugat V pada 2021 yang tidak menyampaikan laporan keuangan resmi, meskipun mengelola pendapatan dari aset utama yayasan yakni Kebun Binatang Bandung.
Situasi kian pelik setelah muncul berbagai kasus hukum:
2022: Laporan polisi bernomor LP/B/286/III/2022 terkait dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan akta.
2023: Pemerintah Kota Bandung melaporkan yayasan atas dugaan penyerobotan tanah negara seluas 14 hektare, yang berujung pada penetapan dua penggugat sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
2024: Polda Jawa Barat mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) No. Sp.Sidik/422/X/2024 terkait dugaan pemalsuan akta yang melibatkan beberapa tergugat.
Rangkaian kasus tersebut menunjukkan bahwa persoalan yayasan tidak lagi terbatas pada konflik internal, tetapi telah melebar ke ranah hukum pidana dan perdata.
Upaya Pemulihan dan Harapan
Dalam gugatannya, para penggugat mendasarkan tuntutan pada Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum serta aturan dalam anggaran dasar yayasan. Mereka meminta pengadilan menyatakan perbuatan para tergugat sebagai pelanggaran hukum yang merugikan yayasan, sekaligus mengembalikan kepengurusan ke jalur yang benar.
“Tujuan kami adalah memulihkan kepercayaan publik terhadap Yayasan Margasatwa Tamansari. Dengan putusan yang adil, kami berharap yayasan bisa kembali menjalankan misi sosial, pendidikan, dan keagamaan sebagaimana cita-cita para pendiri sejak 1957,” jelas Martin Benny.
Perkara ini kini menjadi sorotan publik bukan hanya karena jumlah pihak yang digugat begitu banyak, melainkan juga karena menyangkut aset berharga seperti Kebun Binatang Bandung dan integritas sebuah lembaga sosial yang telah lama hadir di tengah masyarakat. Sidang berikutnya dijadwalkan berlangsung tiga pekan mendatang.(Red)