Daerah

Edison Siregar Dituntut 2,5 Tahun karena Tipu 700 Sekolah, Modus Pakai Name Tag Kemendikbud

×

Edison Siregar Dituntut 2,5 Tahun karena Tipu 700 Sekolah, Modus Pakai Name Tag Kemendikbud

Sebarkan artikel ini
Edison Siregar Dituntut 2,5 Tahun karena Tipu 700 Sekolah, Modus Pakai Name Tag Kemendikbud
Edison Siregar, pensiunan ASN Kementerian PUPR, saat menghadapi sidang tuntutan di PN Khusus Bandung, Senin (1/12/2025). JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara atasnya.

JABARNEWS | BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap mempertahankan tuntutan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan terhadap pensiunan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dinyatakan dalam sidang replik di Pengadilan Negeri Khusus Kelas 1A Bandung, Senin (1/12/2025).

“Untuk itu JPU tetap pada dakwaan semula, yakni meminta majelis hakim menghukum terdakwa 2 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan,” tegas JPU di depan persidangan. Tuntutan ini berdasarkan keyakinan JPU bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan yang mengakibatkan kerugian materi bagi korban.

Modus Operandi: Name Tag dan Janji Palsu Dana Hibah

Dalam persidangan terungkap, modus yang dilancarkan Edison Siregar mengandalkan penggunaan name tag berlogo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Dengan alat itu, ia bersama seorang rekan bernama Solihin mendatangi sekolah-sekolah, khususnya SMK, di berbagai daerah. Mereka mensosialisasikan seolah-olah ada program dana hibah dari Asian Development Bank (ADB) yang dapat diakses oleh sekolah.

Baca Juga:  Persib Juara! Dedi Mulyadi Umumkan Bonus Rp2 Miliar

Untuk melancarkan aksinya, terdakwa juga menunjukkan dokumen dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) palsu yang dilengkapi tanda tangan basah. Selain itu, ia mendatangi pengusaha sebagai calon kontraktor untuk proyek fiktif tersebut. Erik Lionanto, seorang pengusaha dari Jakarta, menjadi salah satu korban yang termakan bujukannya.

Skala Nasional dan Kerugian Material yang Besar

Aksi penipuan ini disebutkan memiliki cakupan yang sangat luas. Menurut keterangan di persidangan, korban mencapai lebih dari 700 sekolah di seluruh Indonesia. Sementara itu, untuk setiap sekolah, terdakwa meminta biaya administrasi dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari Rp50 juta hingga Rp75 juta.

Baca Juga:  Jelang Musim Kemarau, BPBD Kabupaten Cirebon Lakukan Pemetaan Daerah Rawan Kekeringan

Secara khusus, dalam kasus yang sedang disidangkan ini, korban Erik Lionanto mengaku mengalami kerugian materiil yang sangat signifikan. Dari dua kali interaksi dengan terdakwa, total kerugian yang ia derita mencapai Rp1,6 miliar. “Saya dijanjikan mendapat pekerjaan di 8 SMK, dan saya menebus Dipa untuk proyek tersebut,” tutur Erik dalam kesaksiannya.

Korban Kecewa, Tuntutan Dinilai Tidak Berimbang

Menanggapi tuntutan 2,5 tahun penjara dari JPU, korban utama sekaligus pelapor, Erik Lionanto, menyatakan rasa tidak puas. Ia menilai tuntutan tersebut jauh lebih ringan dibandingkan dengan dampak kejahatan yang dilakukan.

“Korbannya hampir di seluruh Indonesia setiap sekolah, dan jumlahnya mencapai 700-an lebih sekolah,” kata Erik. Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perbuatan terdakwa telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia yang sedang disorot dunia. Ketidakpuasan ini muncul karena modus yang digunakan sangat merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan.

Baca Juga:  Kemendikbud Hapus Ekstrakurikuler Pramuka di Sekolah, Ini Respon Kwarda Jabar

Rekam Jejak Kelam dan Proses Hukum Berlanjut

Sebelumnya, Edison Siregar ternyata memiliki rekam jejak hukum untuk kasus serupa. Terdakwa mengakui di persidangan bahwa ia pernah dihukum selama 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ciamis atas kasus penipuan dengan modus yang mirip. Fakta ini menunjukkan pola aksi yang berulang.

Pada sidang Senin (1/12/2025) tersebut, keluarga terdakwa sempat memohon kepada majelis hakim agar tidak dilakukan pengambilan foto selama persidangan berlangsung. Hal ini terkait dengan kehadiran sejumlah wartawan yang meliput jalannya persidangan. Selanjutnya, majelis hakim akan memasuki tahap pembacaan putusan atau vonis pada sidang yang akan dijadwalkan kemudian.(Red)