Hutan Indonesia Terancam Hilang, FK3I Jabar Soroti Masalah Dalam UU Cipta Kerja

JABARNEWS | BANDUNG – Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat menilai, UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah merombak beberapa peraturan, diantaranya Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2021 Tentang Kehutanan dan beberapa Peraturan MenLHK yang saat ini sedang dibuat.

Ketua FK3I Jabar Dedi Kurniawan mengatakan, jika dibaca seluruhnya, 99 persen berdampak pada kerusakan kawasan atas kepentingan pemodal dan kebijakan terpusat. Sehingga sulit diintervensi oleh masyarakat di tingkat tapak yang merasakan akibatnya.

“Kita ambil Contoh 1 Pasal Terkait Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Non Kehutanan seperti Food Estate, Jalan Tol, dan lain-lain,” kata Dedi dalam keterangan yang diterima, Selasa (23/6/2021).

Dia menjelaskan, secara sederhana masalah penggunaan kawasan hutan telah dikeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan serta Penggunaan Kawasan Hutan

Baca Juga:  Musim Kemarau, Harga Ikan Mas di Cianjur Melambung

Menurut Dedi, ada empat poin dalam hal tersebut yang banyak berdampak terhadap kepentingan manusia memanfaatkan hutan secara sistematis terstruktur dan tanpa syarat. Sehingga dapat menghilangkan sebuah kawasan hutan.

Keempat poin tersebut diantaranya: Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Pelepasan Kawasan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Non Kehutanan.

“Kami menyoroti point 4 dimana pada sebelum adanya UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja diperlukan kelengkapan Permen Lh 27 tahun 2018 tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan dimana secara substansi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan program pembangunan kecuali pertambangan wajib mengganti penggunaan tersebut dua kali lipat luasan penggunaan dan 1 kali lipat jika digunakan untuk pembangunan sarana umum yang dilaksanakan pemerintah,” jelasnya.

Baca Juga:  Duh! Angka Bencana Alam Tahun 2023 di Kota Bogor Melonjak, Paling Banyak Ini

Namun, lanjut Dedi, saat ini baik swasta dan pemerintah tidak perlu lagi mengganti Kawasan Hutan Baru jika akan menggunakan Kawasan hutan lainnya. Mereka Cukup membayar Nilai Nominal dengan nama PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak).

“Bisa kita bayangkan berapa nilainya dan sebanding dengan nilai tersebut. Kita ambil contoh pohon saja sudah akan bernilai triliun jika diganti sama nominal karena telah menghasilkan oksigen tanpa henti lalu jika kawasan berapa pohon yang akan hilang.belum lagi ekosistem didalamnya,” tuturnya.

Untuk Penetapan Kawasan Hutan dan Penetapan Tata Batas Kawasan Hutan, Dedi mengungkapkan bahwa sudah terlihat arah tujuan Birokrasi memberi peluang tinggi pada investor. Apalagi soal penggunaan dengan istilah perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan.

Baca Juga:  Minyak Goreng Langka, PMII Cianjur Duga Akibat Ditimbun dan Aturan Pemerintah

“Sorotan kami terhadap penggunaan kawasan hutan penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan,” ungkapnya.

“Maka dari itu kami simpulkan hutan kita yang sudah Rusak bukan akan tambah rusak akan tetapi akan hilang akibat Pelepasan Kawasan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Non Kehutanan. Serta Perambahan Besar Pemilik Ijin akibat tidak jelasnya tata batas Hutan

Maka Kami Meminta Para Rimbawan di Kehutanan mempertimbangkan Substansi Kewajiban Uang tersebut walau secara fakta Penggantian Hutan pun Tidak cukup jelas,” tutupnya. (Red)