
“Penyebab utama TPPO di Indonesia antara lain faktor ekonomi, geografis, dan sosial-budaya. Dalam konteks keimigrasian, prosedur pembuatan paspor di Bogor sudah cukup ketat dalam memverifikasi identitas. Selama ini, kami belum menerima keluhan dari pemohon terkait proses yang ketat ini, dan semua yang tidak sesuai telah kami tolak,” ujar Ruhiyat.
Ruhiyat juga menjelaskan bahwa penanganan TPPO diatur oleh UU No. 21 Tahun 2007 dan Perpres No. 49 Tahun 2023, yang mencakup berbagai bentuk eksploitasi, termasuk perekrutan untuk kerja paksa, prostitusi, judi online, hingga perdagangan organ tubuh.
Menurutnya, pihak Imigrasi memiliki peran penting dalam mengidentifikasi indikasi TPPO melalui wawancara mendalam pada setiap pemohon paspor.
“Melalui wawancara, kami bisa menggali alasan di balik permohonan paspor. Jika terindikasi ada data yang kurang lengkap atau potensi penyalahgunaan, permohonan bisa ditangguhkan atau ditolak,” jelasnya.





