Kurator Rifky ‘Goro’ Effendy menjelaskan bahwa karya Iswanto merupakan eksplorasi teknik fotografi alternatif yang disublimasi menjadi bentuk abstrak cipratan, lelehan, gumpalan dengan pendekatan meditatif serupa ritual zikir.
“Seniman ini telah melepaskan ‘perintah kotak hitam’ kamera, menggantinya dengan proses manual yang melibatkan cahaya, emulsi, dan air. Ini mengingatkan saya pada wirid seni Tisna Sanjaya, tapi dengan pendekatan yang diguyur, direndam, dikeringkan,” kata Rifky.
Iswanto menjadi satu-satunya seniman di Indonesia yang konsisten menekuni seni fotografi nir-kamera, dan menempatkannya dalam konteks seni rupa kontemporer, setara dengan arus Dansaekhwa Korea Selatan maupun lukisan Batuan Bali.
Pameran ini menjadi tanda kehadiran kembali Iswanto di Bandung, setelah perjalanan panjang artistiknya di Jakarta, Bandung, dan Denpasar.
“Saya ingin mengajak publik merasakan irama batin, menemukan harmoni dalam pertentangan yang menyatu. Pameran ini adalah perjalanan spiritual saya,” pungkas Iswanto.