“Sekolah seharusnya menjadi ruang aman bagi anak, bukan justru tempat yang membuat mereka merasa terancam,” tegas Agus.
Kegagalan sekolah menangani kasus ini, lanjut Agus, menandakan perlunya intervensi pihak eksternal.
Ia mendesak Dinas Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI/KPAD), hingga Ombudsman RI untuk segera turun tangan. Apabila ditemukan unsur kekerasan fisik atau psikis, aparat penegak hukum juga wajib dilibatkan.
“Bullying yang diabaikan bukan hanya melukai korban secara langsung, tetapi juga mengkhianati masa depan pendidikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agus mendorong Dinas Pendidikan Purwakarta untuk membentuk unit perlindungan anak di setiap sekolah. Unit ini harus aktif melakukan sosialisasi dan pemantauan, bukan sekadar formalitas.
Selain itu, ia menekankan pentingnya pelatihan khusus bagi para guru agar mereka mampu menangani konflik antar murid dengan cepat dan bijak, sehingga kasus perundungan tidak terus berulang.
“Guru perlu dibekali keterampilan menghadapi konflik, supaya tidak abai dan bisa segera melindungi murid dari kasus perundungan,” pungkasnya.(Gin)





