Daerah

Sempat Trauma, Mahasiswi di Purwakarta Dibungkam Seksisme Usai Berorasi

×

Sempat Trauma, Mahasiswi di Purwakarta Dibungkam Seksisme Usai Berorasi

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi seorang aktivis perempuan sedang berorasi di ruang publik
Ilustrasi seorang aktivis perempuan sedang berorasi di ruang publik (Foto: Freepik)

JABARNEWS | PURWAKARTA – Seorang aktivis perempuan yang menyuarakan kritik dalam aksi demonstrasi “Indonesia Gelap” di depan kantor DPRD Kabupaten Purwakarta diserang komentar seksis di media sosial. Foto dan video dirinya saat berorasi beredar luas, dan salah satu komentar netizen berbunyi, “Yang cewek tuh suruh nikah ajah”.

Shela Amelia (22), koordinator Aliansi BEM Purwakarta yang menjadi korban komentar seksis di media sosial mengaku sakit hati karena merasa diperlakukan tidak adil hanya karena dirinya perempuan.

Baca Juga:  Longsor Pembangunan TPT di Bogor Tewaskan Dua Pekerja

“Seolah-olah karena saya perempuan, saya tidak boleh bersuara. Itu menyakitkan. Bahkan saya sempat takut bertemu orang,” ungkapnya dengan nada kecewa, Rabu (26/2/2025).

Ia juga menyoroti bagaimana patriarki masih kuat mengakar dalam kebebasan berpendapat di ruang publik, terutama bagi perempuan.

“Ketika orang-orang bertanya apalagi yang perlu diperjuangkan dalam kesetaraan gender, ini jawabannya. Beban ganda yang tak terlihat, pendiktean tentang bagaimana saya harus menjadi pemimpin, bahkan gestur tubuh saya pun dikomentari,” tutur Shela.

Baca Juga:  Pengendara di Ciamis Ini Apes, Lagi Asyik Ngebut Motornya Tiba-tiba Terbakar

Menurutnya, stereotip yang terus melekat pada perempuan membatasi ruang geraknya. Namun, ia menegaskan bahwa dirinya tidak akan menyerah.

“Ini bukti nyata bahwa dunia masih terkurung dalam patriarki dan ketidakadilan masih berjaya. Jika saya menyerah dan kalah, bagaimana dengan kawan-kawan perempuan lainnya yang ingin bersuara lantang?” katanya.

Baca Juga:  Perempuan di Wilayah Proyek PLTA Cisokan Diberi Pelatihan Kesetaraan Gender

Shela berharap keberaniannya bisa menjadi kekuatan bagi perempuan lain untuk terus memperjuangkan keadilan gender.

Lebih jauh, ia juga menyoroti dampak jangka panjang dari stigma ini terhadap profesinya di masa depan.

Sebagai seorang mahasiswi di salah satu kampus pendidikan di Purwakarta yang kelak akan menjadi guru, ia mengaku dihujat habis-habisan di media sosial.

Pages ( 1 of 3 ): 1 23