Daerah

Sudah Periksa Lebih 60 Saksi, Kejari Bandung Belum Tetapkan Tersangka: Publik Desak Kepastian Hukum

×

Sudah Periksa Lebih 60 Saksi, Kejari Bandung Belum Tetapkan Tersangka: Publik Desak Kepastian Hukum

Sebarkan artikel ini
Sudah Periksa Lebih 60 Saksi, Kejari Bandung Belum Tetapkan Tersangka: Publik Desak Kepastian Hukum
Gedung Kejari Bandung menjadi pusat pemeriksaan puluhan saksi dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Pemkot Bandung.

JABARNEWS | BANDUNG  – Meski lebih dari 60 saksi telah diperiksa dalam dugaan kasus jual beli jabatan di Pemkot Bandung, penyidik Kejaksaan belum juga menetapkan satu pun tersangka. Dengan waktu yang terus berjalan dan sorotan publik kian tajam, lambannya penetapan tersangka bukan hanya menimbulkan tanda tanya, tetapi juga berpotensi mencoreng reputasi Kejari Bandung yang kini berada di ujung krisis kepercayaan.

Penyidikan Masif Tanpa Tersangka: Publik Makin Gelisah

Kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dan jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung memasuki fase yang kian kritis pada Kamis, 4 Desember 2025. Hampir dua bulan sejak Kejari Bandung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada 27 Oktober 2025, puluhan pejabat ASN, anggota DPRD Kota Bandung, hingga pihak swasta dipanggil penyidik secara bergiliran.

Namun meski lebih dari 50–67 orang saksi telah diperiksa, penyidik belum mengumumkan satu pun pihak sebagai tersangka. Ketimpangan antara masifnya pemeriksaan dan nihilnya status hukum membuat publik mempertanyakan apa yang sesungguhnya terjadi di ruang penyidikan.

Situasi tersebut memantik reaksi keras masyarakat. Keheningan Kejari Bandung justru menjadi ruang tumbuhnya spekulasi politik, rumor liar, dan kecurigaan terhadap independensi aparat penegak hukum.

Baca Juga:  Iskandar Tegaskan ASN Wajib Patuhi Proses Hukum, Panggilan Penyidik Harus Dihadiri

Nama Pejabat Strategis Terseret, Publik Menanti Kejelasan

Kasus ini tak hanya mengguncang Bandung, tetapi juga menembus perhatian nasional. Nama Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sempat mencuat setelah beredar isu Operasi Tangkap Tangan (OTT). Isu itu bahkan memaksa KPK, Kejaksaan Agung, dan Kapuspenkum Kejagung memberi klarifikasi.

Selain itu, figur nonstruktural seperti Ega Kibar Ramdhani juga ikut menyeret opini publik karena disebut-sebut memiliki kedekatan dengan dinamika rotasi-mutasi jabatan. Meski sudah diperiksa, sebagian lebih dari satu kali, status mereka masih sebatas saksi. Hal yang sama terjadi pada R. Awangga, anggota DPRD Kota Bandung, dan 8 kepala dinas Pemkot Bandung yang turut dipanggil.

Di saat pemberitaan nasional terus menekan, ritme penyidikan yang tidak berbanding lurus dengan hasil konkret justru menambah ketidakpastian.

Desakan Pengamat: “Publik Menunggu Kepastian, Jangan Berlarut-Larut”

Dalam wawancara khusus bersama DeskJabar pada Kamis, 4 Desember 2025, Pengamat Kebijakan Publik dan Politik Hukum DR. Drs. Ondang Surjana, S.H., M.Si., M.H., QIA menegaskan bahwa Kejari Bandung tidak memiliki alasan untuk menunda lebih lama penetapan tersangka.

Menurut Ondang, penyidikan yang sudah menembus angka puluhan saksi sebenarnya memberikan cukup ruang bagi penyidik untuk menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab.

Baca Juga:  Mulai 5 April PT KAI Daop 3 Cirebon, Terapkan Aturan baru Naik KA Jarak Jauh

“Kalau tidak segera diumumkan tersangkanya, ini menjadi preseden buruk. Publik bertanya-tanya, apa yang sebenarnya menghambat? Padahal skalanya sudah nasional,” ujarnya tegas.

Ia juga menilai Kejari Bandung sedang memegang momentum penting yang tidak boleh disia-siakan:

Momentum 1 — Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember 2025

Pengumuman tersangka sebelum Hakordia, menurutnya, bisa menjadi “kado integritas” sekaligus bukti keberanian Kejari menuntaskan kasus besar yang menarik perhatian publik Bandung.

Momentum 2 — Perpindahan Kajari Irfan ke Asintel Kejati Sumut

Ondang menyebut penetapan tersangka akan menjadi catatan perpisahan yang layak bagi Kajari Irfan sebelum menempati jabatan baru.

“Penuntasan kasus ini sebelum Hakordia bukan hanya simbol, tapi juga menegaskan bahwa Kejari Bandung bekerja profesional meski terjadi mutasi jabatan,” tambahnya.

Lambannya Progres Bisa Menggerus Kepercayaan Publik

Lambatnya pengumuman tersangka memunculkan kekhawatiran atas tiga hal.

Pertama, spekulasi politik kian liar.

Ketika puluhan saksi diperiksa tanpa perkembangan status hukum, publik mudah mengaitkan proses penyidikan dengan dinamika politik Pemkot Bandung.

Kedua, kepercayaan publik dapat tergerus.

Menurut Ondang, “Bandung ini kota yang tingkat partisipasi publiknya tinggi. Ketika ada kasus besar tapi progresnya lambat, trust publik tergerus.”

Baca Juga:  Bandung Tetap Bersih Usai Euforia Persib Juara! Farhan: Bobotoh Berpesta, Pemkot Beberes

Ketiga, fokus kasus bisa kabur.

Isu ‘aktor bayangan’, kelompok pengendali mutasi jabatan, dan rumor terkait kedekatan pihak tertentu terus muncul di media sosial, mengalihkan perhatian dari inti dugaan perbuatan pidananya.

Karena itu, Ondang menilai Kejari wajib mempertegas arah penyidikan agar tidak menjadi bola liar yang merusak wibawa institusi hukum.

Menjelang Hakordia: Publik Menunggu Langkah Nyata

Menjelang Hari Anti Korupsi Sedunia, 9 Desember 2025, publik menaruh harapan besar agar Kejari Bandung menunjukkan komitmen nyata. Arah tuntutan publik semakin jelas: transparansi hasil penyidikan, penetapan tersangka, dan langkah pemberantasan korupsi yang tidak dapat diintervensi.

DR. Ondang bahkan menegaskan, “Apabila sebelum Hakordia Kejari Bandung berani menetapkan tersangka, itu bukan hanya kado untuk masyarakat, tetapi juga penegasan bahwa proses pemberantasan korupsi di Bandung tidak dapat diintervensi oleh siapa pun.”

Sebaliknya, jika Kejari tetap diam hingga melewati tanggal itu, ia memperingatkan, “Itu menjadi catatan hitam dan preseden buruk. Padahal kasus ini tengah diamati seluruh warga Bandung.”

Dengan masifnya pemeriksaan saksi, sorotan publik yang terus membesar, dan tekanan moral menjelang Hakordia, Kejari Bandung kini berada pada titik paling menentukan. Publik menunggu tindakan nyata — bukan sekadar seremonial.(Red)