JABARNEWS | CIMAHI – Tepung beras menjadi bahan baku yang sangat menentukan keberhasilan dan omzet para pelaku UMKM kue tradisional di Kota Bandung dan Cimahi. Mulai dari surabi, nagasari, kue lapis pelangi, talam, hingga putu ayu, sebagian besar pelaku industri rumahan memilih tepung beras kemasan bermerek dibanding tepung beras giling berbahan baku beras lokal.
Alasannya jelas: kualitas, kepraktisan, dan efisiensi biaya produksi. Para pedagang mengakui perbedaan hasil yang sangat signifikan antara kedua jenis tepung tersebut. Tepung beras kemasan dianggap lebih putih, lebih halus, dan menghasilkan tekstur kue yang lebih stabil serta layak jual.
Teh Dini (35), penjual surabi di Jl. Jendral Sudirman Gang M. Idris, Cimahi, menjelaskan bahwa kualitas adonan langsung terlihat sejak proses pencampuran pertama. “Kalau tepung beras kemasan warnanya lebih putih. Rasanya lebih lembut dan berpori bagus setelah matang. Kalau tepung giling warnanya kuning, hasilnya lembek dan tidak mengembang,” katanya.
Hal senada disampaikan Aa Nun, pelaku UMKM lainnya yang banyak mendapat pelanggan dari berbagai wilayah Bandung seperti Buah Batu, Cibaduyut, dan Dago. Menurutnya, konsistensi rasa surabi hanya bisa dicapai dengan tepung beras kemasan bermerek. Dengan dua kilogram adonan setiap hari, omzet yang dihasilkan usahanya mencapai sekitar Rp300 ribu.
Kepraktisan menjadi alasan utama pedagang memilih tepung beras kemasan. Tepung beras lokal harus digiling terlebih dahulu dan hasilnya sering tidak halus. “Lebih simpel kalau tepung kemasan, tinggal adonin. Yang giling lokal itu kasar dan prosesnya lama,” ujar Nursalim Sidik (36).





