Oleh karena itu dalam sistem Islam yang memiliki sistem ekonomi yang khas, tidak memerlukan subsidi seperti dalam sistem ekonomi kapitalis yang cenderung disalahgunakan sehingga regulasinya senantiasa dirubah agar tepat sasaran.
Dalam sistem Islam, gas merupakan kepemilikan umum yang haram hukumnya dikuasai oleh perorangan atau pun korporasi seperti dalam sistem kapitalisme. Ini berdasarkan dalil berupa sabda Rasulullah saw.,”Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Migas yang merupakan bagian dari api dalam hadist diatas, sejatinya adalah milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti kita ketahui, bahwa migas dibutuhkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari seperti masak dan bahan bakar transportasi.
Oleh karena itu pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara yang kemudian diberikan kepada seluruh rakyat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Ketika keberadaannya sudah terjamin sedemikian rupa, maka subsidi tidak lagi diperlukan, karena barang tersebut bisa dijangkau oleh siapa pun dengan mudah.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme dimana gas subsidi 3 kilogram diperuntukkan hanya untuk orang miskin. Sehingga pendistribusiannya pun sering kali disalahgunakan tersebab terjadi kecemburuan antara si kaya dan si miskin.
Selain itu oknum nakal pun senantiasa menyalahgunakan barang subsidi ini demi meraup keuntungan semata.
Karena dasar inilah regulasi seringkali berubah-ubah dengan dalih efektif dan efisien. Namun yang ada justru semakin merepotkan dan menyusahkan rakyat.
Meski pada akhirnya kebijakan melarang adanya pengecer dicabut dan gas 3 kg sudah kembali tersedia di warung-warung kecil, namun akar masalahnya tetap tidak diselesaikan.
Oleh karena itu Islam melarang privatisasi apa-apa yang merupakan milik umum. Hal ini bertujuan agar pendistribusian yang terjadi dapat merata dan dapat dirasakan oleh semua rakyat tanpa harus membedakan antara si kaya dan si miskin.
Jika kondisi seperti ini telah tercipta maka kecemburuan sosial akan dapat dihapuskan dan kesejahteraan dapat tercipta karena negara hadir 100 persen untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Wallahua’lam bissawab.(*)
Oleh: Fitria Rahmah, S.Pd
*) Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah