Dedi Mulyadi: Penguatan RT/RW Sebagai Basis Pengendalian Covid 19 Sudah Tepat

JABARNEWS | BANDUNG – Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan bahwa pengendalian penyebaran virus corona sangat efektif jika kuncinya berada di tingkat RT/RW mendapat respon dari Anggota DPR RI Dedi Mulyadi.

Menurut mantan Bupati Purwakarta tersebut, gagasan itu sudah jauh-jauh hari dirinya sudah menyampaikan bahwa RT/RW dan desa atau kelurahan harus diberi penguatan sebagai kunci pengendalian penyebaran virus corona. Pengendalian wabah corona berbasis lingkungan.

“Sejak awal sudah saya sampaikan bahwa konsep negara yang tersentralistik itu akan gagal ketika menghadapi persoalan-persoalan yang besar seperti kebencanaan, perang, karena itu akan membunuh kreativitas daerah atau lokal,” kata Dedi, Selasa (19/5/2020).

Menurutnya, konsep pengeolaan negara yang sentralistik sangat tergantung pada pembiayaan. Meletakkan sesuatu pada beban APBN dan APBD hanya akan melahirkan keriuhan saat muncul sebuah problem. Negara, kata Dedi, masih mengalami kesulitan dalam pembaharuan data, mulai kemiskinan dan warga yang terdampak Covid-19. Ditambah setiap komponen strata kelembagaan memiliki ego dan membangun citranya masing-masing, mulai tingkat kabupaten, provinsi, bahkan hingga kementerian.

Baca Juga:  Warga Purwakarta Mau Ikut Rapid Test Covid-19? Begini Caranya

“Kalau mau konsisten pada negara kesatuan, semestinya tak ada lagi ego sektoral dalam pengelolaan bujet keuangan untuk kepentingan penanganan Covid-19,” ujarnya.

Dedi menjelaskan masyarakat itu memiliki basis di RT, RW, kelurahan dan desa. Sistem data kependudukan yang dimiliki mereka sudah jelas untuk dijadikan acuan penyaluran bantuan. Sehingga untuk menyalurkan bantuan itu tinggal dipilah dari awal. Misalnya, TNI, Polri, orang kaya, PNS, dan pegawai swasta dan karyawan BUMN, tidak berhak mendapat bantuan.

Jumlah mereka rata-rata dalam satu wilayah sebanyak 30 persen. Kemudian sisanya, 70 persen, harus dibantu. Artinya, dana provinsi, kabupaten, Kementerian Sosial, hingga anggaran Kementerian Desa tinggal ditarik menjadi dana Kementerian Keuangan. Lalu dihitung. Dari Kemenkeu tinggal ditransfer ke desa. Peyalurannya bisa diawasi aparat mulai Bhabinsa, Kapolsek dan bila perlu pengawas kejaksaan.

“Bansos cukup satu, yakni bantuan pemerintah. Titik. Nggak usah disebut pusat, kabupaten dan desa. Karena sumbernya sama, dari APBN,” katanya.

Kemudian kata Dedi, bantuan dikeluarkan Menkeu, ditransfer ke desa agar terhindar dari pembangunan opini-opini politik, seperti adanya kementerian ini klaim ke sini, gubernur klaim ke sini, bupati ke sini. Padahal danannya sama-sama dari APBN.

Baca Juga:  Kongres Pertama AMSI Dibuka Oleh Wapres Jusuf Kalla

“Memang ada beberapa kasus penyelewengan dana bantuan melalui pemerintah desa. Namun jumlahnya hanya sekian persen dari total keberhasilan. Ngerjain ujian saja tak semuanya benar, ada yang nggak benernya juga,” katanya.

Dedi mengungkapkan pihaknya tak setuju bantuan diberikan dalam wujud sembako. Menurutnya, bantuan dengan sembako sama saja membunuh keanekaragaman pangan. Setiap rakyat Indonesia dipaksa setiap hari makan beras jenis tertentu, sarden tertentu, kecap tertentu, mi dan lain-lain. Hal itu menyebabkan masyarakat menjadi homgen dan ketergantungan. Akhirnya mereka kehilangan kreativitas.

“Saya sejak awal setuju bansos jangan dalam bentuk barang, uang saja,” katanya.

Menurut Dedi, jika bantuan itu dengan uang, maka masyarakat bisa kreatif membeli lauk pauk yang tersedia di daerahnya. Lauk pauk itu malah bernilai gizi tinggi. Makanan lokal membangun imun, sehingga ikan yang tak makan pakan pabrikan jauh lebih kuat. Ayam kampung yang dilepas nilainya gizinya jauh kokoh daripada ayam broiler.

Baca Juga:  Nelayan Sergai Keluhkan Kapal Pukat Trawl Berlayar di Zona Tradisional

“Membangun imun tubuh yang kuat itu adalah salah satu pencegahan penularan virus corona. Contohnya masyarakat Baduy tak terkontaminasi, imun mereka kuat. Karena mereka berhasil membangun diri dan alamnya bersatu,” katanya.

Penanganan berbasis lingkungan Oleh karena itu, Dedi mengatakan, pembangunan berbasis RT dan RW serta desa dengan mengedepankan kearifan lokal harus menjadi garda terdepan. Puskesmas harus diperkuat dan fasilitasnya dilengkapi. Mereka harus memiliki ambulans yang bagus. Sehingga ketika ada yang sakit tidak usah dirujuk ke rumah sakit. Puskesmas juga harus memiliki fasilitas rawat inap dan mempunya kelengkapan penanganan Covid-19, mulai APD sampai lab swab.

Selain itu, puskesmas juga mesti mempunyai dokter dan paramedis memadai. Harus dilengkapi perangkat digital sebagai jalinan komunikasi publik. Menurutnya, saat ini rata-rata warga punya WhatsApp dan Facebook. Tinggal puskesmas memiliki alarm yang terkoneksi dengan masyarakat.

Jika ada keluhan, warga bisa mengontak langsung dengan puskesmas dan segera ditangani. Inilah yang harus dilakukan jika ingin tangani Covid berbasis lingkungan,” jelas Dedi. (Red)