“Konsep minimum itu bermasalah. Seolah-olah negara hanya memastikan guru tidak miskin. Padahal mereka adalah pembentuk karakter bangsa,” tegasnya.
Ia mendorong revisi frasa tersebut menjadi “penghasilan yang layak di atas kebutuhan minimum”. Penambahan kata “layak”, menurutnya, merupakan penegasan filosofis bahwa guru tidak boleh hanya diberi standar hidup paling dasar.
Habib Syarief juga menyoroti pasal lain dalam draf RUU Sisdiknas yang memuat frasa “tugas tambahan”. Tanpa batasan jelas, ia menilai istilah tersebut bisa menjadi celah yang menggerus fokus guru dalam proses belajar mengajar.
“Jika tidak diperinci, frasa ini bisa membebani guru dengan pekerjaan administratif yang tidak proporsional. Ini berbahaya bagi profesionalisme guru,” katanya.
Ia menegaskan perlunya definisi tegas terkait apa saja yang termasuk dalam “tugas tambahan”, sehingga guru memiliki kepastian hukum dan terlindungi dari beban di luar fungsi pedagogis mereka.





