Kasus Intoleransi di Solo, Masyarakat Adat Minta Keadilan kepada Presiden

JABARNEWS | BANDUNG – Masyarakat Adat Budaya Se-Nusantara mengaku prihatin dan sedih, atas musibah yang terjadi di Cigugur Kuningan, Jawa Barat dan juga yang terjadi menimpa saudara-saudara di Kota Solo, Jawa Tengah.

“Saudara kami mendapatkan persekusi, mendapatkan tindak kekerasan, intimidasi dan proses penghakiman secara sepihak,” ujar Budi Hermansyah, Pupuhu Kabuyutan Nusantara, Selasa (11/08/2020)

Masyarakat Adat Budaya Se-Nusantara meminta keadialan kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo, untuk menindak tegas pelaku pembubaran acara doa di Solo dan menyelesaikan polemik pembangunan makam sesepuh Sunda Wiwitan di Kuningan.

Baca Juga:  Wabup Purwakarta Kembali Lakukan Gasibu Jelang Buka Puasa

“Kita dari komunitas adat ingin menyampaikan ekspresi kekecewaan kita. Tapi juga rasa kebangsaan dan nasionalisme kita, terutama rasa persatuan kita terkait dengan beberapa peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini,” ujarnya.

Dikatakannya, kejadian tersebut sangat mencederai nilai-nilai kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Maka pemerintah harus segera bertindak dengan ada kejadian ini.

“Maka atas dasar itu, kami komunitas masyarakat adat meminta secara tegas kepada pemerintah dan aparat hukum untuk segera mengambil tindakan yang cepat, tegas dan keras. Terutama terhadap siapapun, kelompok masyarakat apapun untuk segera diproses berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku,” tuturnya.

Baca Juga:  Material Longsor Tutup Akses Jalan Kampung Di Purwakarta

Budi menuturkan, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi tahun ini, tapi juga pernah terjadi beberapa waktu sebelumnya. Pihaknya menilai bahwa adanya ketidaktegasan dari aparat hukum.

“Kedepan saya meminta kepada pemerintah, dalam hal ini presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo segera perintahkan, bila perlu Panglima TNI juga diperintahkan presiden. Karena ini bukan kejahatan kriminal biasa, tapi merupakan kejahatan kemanusiaan, kejahatan terhadap konstitusi dan nilai-nilai seni kebangsaan,” jelasnya.

Baca Juga:  Kursi Wabup Bekasi Kosong, Tuti Dinilai Pantas Dampingi Bupati Eka

Sementara Sesepuh Kabuyutan Gegerkalong, Yusuf Bahtiar mengatakan, yang menjadi polemik tidak hanya soal makam sesepuh Sunda Wiwitan. Kegiatan Seren Taun yang digelar tiap tahun pun terjadi penolakan.

“Ini harus jadi perhatian bersama, apalagi ini persoalan hukum, kami dari masyarakat adat dan budaya akan melayangkan hasil konferensi adat dan budaya serta ajaran, untuk dijadikan sebagai referensi hukum, kekuatan hukum dan atas hak-hak masyarakat adat dan budaya,” tambahnya. (Red)