RUU PPRT dinilai telah memuat aspek penting, mulai dari asas, tujuan, ruang lingkup, hak dan kewajiban para pihak, hingga mekanisme pengawasan, sanksi pidana, dan kontrak kerja tertulis. Selain itu, RUU ini juga mengatur perlindungan terhadap eksploitasi oleh penyalur, termasuk larangan menahan dokumen pribadi PRT dan pungutan biaya.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa RUU PPRT harus menjadi instrumen hukum yang adil dan berimbang, dengan mempertimbangkan ketimpangan relasi kuasa antara PRT dan pemberi kerja. Perlindungan hukum harus bersifat partisipatif, non-diskriminatif, dan menjamin kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
“Pengakuan dan perlindungan terhadap PRT tidak hanya merupakan mandat konstitusi, tetapi juga pemenuhan hak asasi manusia. Sudah saatnya PRT dihormati sebagai pekerja dan warga negara yang memiliki hak atas penghidupan layak, keadilan, dan keamanan,” tegas Maria Ulfah.
Diketahui, RUU PPRT saat ini merupakan hasil kerja DPR RI periode 2019–2024 dan sudah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menegaskan bahwa RUU ini menjadi salah satu prioritas yang ditargetkan rampung dalam 3–4 bulan, sesuai arahan Presiden.