JABARNEWS | BANDUNG – Muhammadiyah tetap mendesak Pilkada Serentak diundur dari 9 Desember 2020, meski KPU sudah merevisi PKPU. Pasalnya, menggelar Pilkada di tengah pandemi COVID-19 dianggap perjudian yang sangat berbahaya.
Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Dos-Q Muhammadiyah, Abdul Rohim Ghozali, mengingatkan tragedi gugurnya ratusan petugas KPPS saat Pemilu 2019 lalu. Indonesia punya pelajaran pada saat pemilu kemarin 17 April 2019. Ada 469 pekerja pemilu yang meninggal, kelelahan.
“Nah, ini enggak bisa dibayangkan besok ini itu para pekerjanya saja sudah kelelahan nanti juga mereka berhadapan dengan pandemi,” kata Abdul dalam sebuah diskusi daring, Kamis (24/9/2020)
Abdul menilai virus corona sangat mudah menjangkiti orang-orang yang kelelahan. Hal itu tentu akan berbahaya bagi penyelenggara Pilkada 2020 termasuk masyarakat.
“Itu untuk penyelenggara. Belum lagi peserta. Belum lagi masa kampanye dan lain-lain. Itu kalau diprediksi itu akan membahayakan sekian ratus ribu bahkan jutaan nyawa manusia, yang dipertaruhkan dalam Pilkada ini,” ucap Abdul.
Abdul menegaskan Muhammadiyah bukan tanpa pertimbangan matang mengeluarkan sikap menunda Pilkada.
Sebab, dalam kewajiban syariat (hukum agama) saja yakni menjalankan salat, Muhammadiyah mengeluarkan imbauan agar tak salat di masjid maupun di lapangan di masa pandemi. Apalagi dalam pelaksaan Pilkada yang merupakan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
“Kita sekarang ini ibarat di tengah-tengah lapangan ranjau, kita tidak tau ranjau itu ada di mana, kalau kita tidak hati-hati pada saat melangkah rumah kita bisa saja menginjak ranjau itu. COVID-19 ini sama seperti ranjau itu, tidak kelihatan,” tutup Abdul. (Red)