Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan Sampah Butuh Kesadaran Masyarakat dan Perhatian Pemerintah

JABARNEWS | BANDUNG – Tak dapat dipungkiri permasalahan sampah di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Banyaknya masyarakat yang membuang sampah sembarangan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan hingga bencana.

Beragam isu sampah muncul menyusul adanya kesadaran dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan untuk memperbaiki lingkungan. Lebih luasnya, muncul sebuah konsep ekonomi sirkular untuk menjadikan sampah agar memiliki nilai ekonomi.

Ekonomi sirkular merupakan sebuah konsep alternatif dari ekonomi linear yang merancang limbah sampah didaur ulang dan ekonomi jangka panjang. Namun, dari berbagai teori mengenai ekonomi sirkular, timbul pertanyaan, apa yang harus didahulukan dalam menyusun sebuah struktur ekonomi dalam pengelolaan sampah?

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung Setia Mulyawan mengatakan, pada sistem praktisnya ekonomi sirkular dibangun dengan sumberdaya yang digunakan dalam aktivitas ekonomi jangka panjang. Salah satunya limbah sampah.

Menurutnya, jika limbah sampah hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan dengan baik, tidak akan punya nilai ekonomis. Akan tetapi, jika dioptimalkan dengan baik, sampah bisa menjadi pendorong ekonomi.

“Selama itu masih punya nilai ekonomis terus di recycle, digunakan supaya nilai kebermanfaatannya itu bisa berlangsung dalam jangka panjang. Dalam konsep ekonomi sirkular itu bagaimana kemudian para pelaku ekonomi ini memanfaatkan supaya dia punya nilai ekonomis berikutnya, bisa digunakan kembali melalui proses pengolahan limbah,” kata Setia Mulyawan saat dihubungi JabarNews.com, Kamis (8/7/2021).

Baca Juga:  Megawati Beri Selamat Ulang Tahun ke-100 kepada Partai Komunis China

Setia Mulyawan memaparkan bahwa saat ini di Indonesia 64 juta ton plastik setiap tahun dan setengahnya dibuang ke laut. Jika, 64 juta ton sampah tersebut dikelola dengan baik, maka seberapa besar nilai ekonomisnya yang dapat dihasilkan.

“Kalau dibuang ke laut akan jadi persoalan lingkungan dan ada biaya untuk membersihkan laut. Tapi kalau itu diolah secara bijaksana untuk produk lanjutan bisa menghasilkan nilai ekonomis,” paparnya.

Setia Mulyawan menjelaskan, setiap aktivitas ekonomi itu dipastikan menghasilkan nilai tambah dan setiap nilai tambah itu pasti akan mendorong pendapatan masyarakat. Setiap kali ada penambahan pendapatan masyarakat akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Dia menyebut, ada beberapa yang harus diperhatikan dalam proses pengelolaan limbah sampah bisa memiliki nilai ekonomis yang jangka panjang, yakni sebagai berikut: Pertama, kreativitas dan inovasi. Setia Mulyawan menjelaskan, dalam pengolahan limbah sampah harus lahir embrio-embrio bisnis yang menggunakan input produksi berupa bahan-bahan non primer.

Kedua, habit masyarakat. Menurut Setia Mulyawan, habit masyarakat perlu adanya sosialisasi dan implementasi dalam melakukan proses pengelolaan sampah seperti memilah hingga memiliki nilai kebermanfaatan berikutnya.

Ketiga, perhatian pemerintah. Setia Mulyawan mengungkapkan, pemerintah harus memberikan perhatian kepada struktur ekonomi yang mensupport kepada pemanfaatan pengelolaan sampah.

Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dedi Kurniawan menyatakan bahwa pengelolaan sampah dalam pemanfaatan ekonomi alternatif harus memiliki kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Baca Juga:  Peduli Korban Banjir, Ini yang Dilakukan Resimen Armed 2/1 Kostrad

Dia menuturkan, dalam isu pengelolaan sampah memang dibutuhkan kesadaran masyarakat dalam merubah kebiasaan atau perilaku nyampah. Pasalnya, untuk saat ini pengelolaan sampah masyarakat secara umum di rumah tangga banyak sekali bagian sampah yang bisa dipilah masing-masing.

“Selain tadi ada edukasi, fasilitas, misalnya terkait sampah untuk pengembangan ekonomi dan sebagainya. Ya itu tadi peran pemerintah penyalonan untuk mengatur regulasi penghasil sampah nah itu juga kan memang menghasilkan sampah dari sampah kecil sampai sampai besar,” tuturnya.

Dedi menyebut, jika pemerintah lebih memperketat regulasi pengelolaan sampah dan terus melakukan kampanye, kemudian diberikan contoh yang nyata, maka hal tersebut dapat menarik perhatian masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah sebagai penggerak ekonomi.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat Hasbullah Rahmat menilai bahwa sampah saat ini memang harus dikelola dan dikemas supaya menghasilkan milai tambah terhadap ekonomi. Menurutnya, sampah harus dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari rumah tangga sampai ke proses pengolahannya.

“Perilaku di rumah tangga itu harus dibiasakan memilah sampah. Karena tidak sedikit perilaku masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya. Maka kalau bicara konsep penanggulangan sampah itu dia mulai dari hulu sampai ke hilir,” ujar Hasbullah.

Baca Juga:  Paslon Retro Menang Telak Di Pilwalkot Bekasi

Dia menuturkan, pengelolaan sampah supaya bisa menjadi nilai ekonomi dibutuhkan teknologi. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah mempersiapkan tempat pembuangan akhir (TPA) dengan teknologi yang bisa mendaur ulang sampah.

Sedikitnya ada empat TPA Regional di Jawa Barat yang akan dijadikan tempat pembuangan sekaligus pengelolaan daur ulang sampah. Keempat TPA tersebut yakni TPPAS Lulut Nambo, TPA di Kawasan Industri Karawang, TPA Legok Nangka di Kawasan Bandung Raya, dan TPA di Kawasan Cirebon Raya.

Keempat TPA tersebut merupakan perhatian pemerintah terhadap isu sampah yang semakin mengkhawatirkan. Pemerintah juga berupaya menciptakan sebuah tatanan ekonomi dengan memanfaatkan pengelolaan sampah.

Hasbullah mencontohkan, di Lulut Nambo menggunakan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), khususnya breket buat blending batubara yang dijual ke Indusmen. Sedangkan, di Legok Nangka masih dalam proses tender dan outputnya kemungkinan akan menghasilkan listrik atau breket dari sampah.

Sementara itu, Legok Nangka sedang proses mencari tender, TPA di Kawasan Cirebon dan Kawasan Industri Karawang saat ini sedang disiapkan kajian dan lahan.

“Residu yang dihasilkan oleh sampah yang dibuang ke TPA itu nggak lebih dari 10-15 persen, sehingga umur TPA bisa panjang dan awet,” pungkasnya. (Red)