Iji: Isu SARA Jadi Bahan Kampanye Sudah Kuno

JABARNEWS | MAJALENGKA – Tensi perpolitikan Pilpres dan Pileg 2019 lambat laun mulai memanas. Perang media massa pun mulai bermunculan. Malah, tak jarang isu SARA dijadikan senjata untuk saling menyerang.

Sekretaris Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) DPD Jawa Barat, Iji Jaelani menilai, isu yang diangkat kedua kubu tidak mendidik. Seharusnya, para tim sukses dan relawan dari masing-masing kudu, membawa isu strategis tentang program kerja.

Bahkan, Iji menilai, isu SARA merupakam isu yang sudah usang. Sebab dianggap masih menggunakan pendekatan perilaku politik tradisional, yakni demografis-sosiologis, psikologis, dan ideologis. Isu tersebut bukan isu pokok yang dibutuhkan masyarakat.

’’Permasalahan ketimpangan ekonomi, salah satunya di Jawa Barat masih cukup besar untuk segera dituntaskan. Sebenarnya, luas wilayah yang besar, sumber daya alam melimpah, dan jumlah penduduk yang banyak bisa menjadi faktor utama keberhasilan,’’ katanya.

Baca Juga:  Ini Alasan Bauman Tidak Main Di Laga Perdana

Menurutnya, tim sukses harus mendorong pentingnya masyarakat menjadi berdikari dan produsen di daerah sendiri. ’’Isu SARA ini lambat laun pasti akan menguap, sebab masyarakat semakin cerdas,’’ ungkap pria kelahiran Bantarujeg-Majalengka ini, Rabu (5/9/2018).

Selain itu, ‎ketergantungan merupakan virus mematikan yang tumbuh di Republik ini, termasuk di Jawa Barat. Setidaknya, ada 3 alasan terhambatnya kemajuan dan kemandirian di Jawa Barat.

Pertama, sisa feodalisme menyebabkan mental pejabat mencari untung dari jabatannya, sehingga program tidak berjalan yang berdampak bagi masyarakat. Kedua, sisa kolonial yang menyebabkan masyarakat kapitalis konsumtif, bukan kapitalis produktif, dampaknya minimnya produktivitas.

Baca Juga:  Jelang Lebaran, Harga Daging Sapi Naik Hingga 160 Ribu Di Majalengka

’’Penduduk yang demikian akhirnya hanya menjadi pasar di negeri sendiri. Ketiga, psikologis, sisa kolonial menyebabkan masyarakat rendah diri dan lebih bangga dengan produk dan budaya asing. Baik budaya barat maupun budaya Timur Tengah. Akhirnya, miskin ekonomi, miskin budaya,’’ ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Iji, solusi yang perlu didorong yakni dengan kebijakan yang memutus mata rantai kemiskinan ekonomi. Yakni, dengan cara kembali kepada jati diri masyarakat.

Jika kampanye politik sudah dalam bentuk kebijakan strategis memutus ketergantungan, tidak akan ada lagi masyarakat yang akan menolak. Kampanye pendekatan agama dan etnis pada akhirnya menjadi kampanye balon udara yang menguap tidak mendapat tempat di hati masyarakat.

Baca Juga:  Besok ASN serta Pelajar di Purwakarta Akan Berpakaian Ala Santri

’’Selain itu, persoalan penguatan madrasah diniyah sebagai pendidikan karakter, sektor ekonomi strategis seperti kebijakan pangan dan maritim. Itu memperpendek jalur distribusi sehingga harga menjadi murah, BUMDes yang sehat, ekonomi berbasis ekologis. Jadi ada hal-hal urgen yang lebih penting, bukan melulu soal menjelekkan satu sama lain,’’ ungkapnya.

Hal senada diungkapkan pegiat literasi Majalengka, Mahdi. Pihaknya sependapat soal perhelatan Pilpres dan Pileg 2019, harus diisi dengan kampanye yang lebih mengangkat isu strategis dalam penguatan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

’’Masyarakat sudah jenuh terus diprovokasi info-info hoaks‎, maupun isu SARA,’’ tandasnya. (Rik)

Jabarnews | Berita Jawa Barat