Penulis: Robby Sanjaya (Wartawan / Anggota Jurnalis Hukum Bandung )
JABARNEWS| BANDUNG – Bandung kembali menambah bab gelap dalam lembar sejarah kepemimpinannya. Setelah era Dada Rosada dan Yana Mulyana, kini giliran Wakil Wali Kota Erwin yang ditetapkan sebagai tersangka. Rentang waktu 12 tahun—2013 hingga 2025—cukup untuk menyebutnya bukan kebetulan, melainkan pola kekuasaan yang berulang tanpa henti.
Ini bukan hanya deretan kasus. Ini rekor. Rekor buruk yang seolah dikoleksi dan dirawat oleh mereka yang seharusnya menjaga marwah Kota Bandung.
Dekade Kelam: Dari Tsunami Dada Rosada ke Babak Baru Erwin
Ketika Dada Rosada divonis 10 tahun penjara pada 2014, publik mengira itulah titik balik Kota Bandung. Cara Dada ‘tumbang’ pun tidak tanggung-tanggung: suap ke majelis hakim demi meringankan vonis para terdakwa korupsi bansos.
Kasus itu seperti tsunami yang menyapu bersih ruang-ruang kekuasaan Bandung. Pegawai mendadak hati-hati, waktu seakan melambat, dan integritas menjadi kata paling populer di kantor-kantor dinas.
Apalagi setelah itu, seluruh kebijakan Pemkot—katanya—mendapat supervisi langsung dari KPK. Lima tahun Kota Bandung agak “tenang”.
Tapi tenang bukan berarti sembuh
Kasus Yana: Korupsi Murahan Yang Memalukan
Pada 2023, Wali Kota Yana Mulyana justru terjaring OTT. Ironisnya, harga korupsinya hanya Rp 200 juta dalam pengadaan CCTV dan layanan internet Bandung Smart City.
Sedikit? Iya.
Memalukan? Jelas.
Berbahaya? Sangat.
Yana datang dari latar pengusaha—seharusnya tahu etika bisnis dan tata kelola. Tapi Bandung kembali dibuat geram.
“Bandung memang keren euy… pemimpinnya berbakat jadi beurit (tikus).”
Begitu komentar pedas seorang warga di warung kopi.
Yana akhirnya divonis 4 tahun dan bebas bersyarat pada 2025, tapi citra kota sudah telanjur retak.
Dan Sekarang… Erwin Melengkapi Sudah
Baru saja publik menarik napas setelah drama Yana, 10 Desember 2025, Kejaksaan Negeri Bandung menetapkan Wakil Wali Kota Erwin sebagai tersangka penyalahgunaan kewenangan.
Erwin bersama anggota DPRD R. Awangga diduga mengintervensi proyek-proyek dinas, memastikan pihak tertentu—yang memiliki afiliasi dengan mereka—menjadi pelaksana.
Bukan metode canggih.
Bukan skema rumit.
Hanya pola “klasik” pejabat Bandung: minta jatah proyek, pakai kuasa, ambil keuntungan.
Kepala Kejari Bandung, Irfan Wibowo, bahkan menyindir:
“Polanya itu sederhana sekali. Sangat mudah dideteksi dari penyelidikan sampai penyidikan.”
Ini bukan evolusi.
Ini repetisi.
Dan repetisi inilah penyakit struktural yang terus dibiarkan tumbuh.
Pernah Ada Masa Tenang, Tapi Bukan Tanpa Bayangan
Era Ridwan Kamil (2013–2018) memang relatif bersih dari kasus korupsi pejabat Pemkot.
Tapi kini, namanya ikut disebut dalam isu dugaan mega korupsi Bank BJB—lebih dari Rp 200 miliar—meski kasusnya masih ditangani KPK dan belum jelas arah hukumnya.
Bandung seperti tak diberi kesempatan istirahat. Ketika satu kasus ditutup, pintu lain terbuka. Ketika satu pejabat keluar penjara, pejabat lain masuk.
Bandung, Kota Kreatif yang Dicabik Praktik Primitif
Ironis.
Kota yang dibanggakan sebagai pusat inovasi dan kreativitas justru dipimpin oleh orang-orang yang memakai pola korupsi zaman batu.
Suap, gratifikasi, intervensi proyek—semuanya dilakukan terang-terangan, seakan hukum hanyalah dekorasi.
Pertanyaannya:
Berapa lama lagi Bandung membayar mahal akibat moral pemimpinnya?
Berapa banyak generasi harus menyaksikan pemimpinnya keluar-masuk jeruji?
Berapa banyak “tsunami” lagi sebelum ada reformasi yang benar-benar terjadi?
Selama jabatan masih dianggap sebagai akses cepat ke proyek dan keuntungan, selama partai masih memproduksi “kader-kader oportunis”, selama sistem pengawasan hanya kuat saat ada kasus besar, Bandung akan terus begini: indah dari luar, rapuh di dalam.
INFOGRAFIS
3 Pimpinan Bandung & Kasusnya (2013–2025)
1) DADA ROSADA
Jabatan: Wali Kota Bandung (2003–2013)
Kasus: Suap terhadap majelis hakim dalam perkara korupsi Bansos 2009–2010
Tahun: Vonis 2014
Penanganan: KPK
Hukuman: 10 tahun penjara
Denda Rp 600 juta
Catatan: Disebut sebagai “tsunami politik Bandung”
Kasus melibatkan banyak pejabat Pemkot dan hakim Setiabudhi
2) YANA MULYANA
Jabatan: Wali Kota Bandung (2022–2023)
Kasus: Suap / gratifikasi proyek CCTV & Internet (Smart City)
Tahun: OTT 2023, Vonis 2023
Penanganan: KPK
Hukuman: 4 tahun penjara
Denda Rp 200 juta
Pembebasan bersyarat Juni 2025
Catatan: Kasus terungkap hanya dari nilai suap sekitar Rp 200 juta
Dipandang sebagai “korupsi murahan yang memalukan”
3) ERWIN
Jabatan: Wakil Wali Kota Bandung (2024–2029)
Kasus: Penyalahgunaan kewenangan, intervensi proyek dinas bersama anggota DPRD
Tahun: Penetapan tersangka 10 Desember 2025
Penanganan: Kejaksaan Negeri Bandung
Status: Tersangka
Catatan:
Pola dianggap sangat sederhana dan mudah terdeteksi
Melengkapi rekor 1 dekade lebih kasus korupsi pimpinan Kota Bandung. (Red)





