Soal Penolakan UAS, Dedi Mulyadi: Ini Ironi Di Negeri Demokrasi

JABARNEWS | PURWAKARTA – Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi memberikan pernyataan mengejutkan terkait persekusi yang mendera dai kondang Ustadz Abdul Somad. Menurut dia, upaya penolakan terhadap ceramah keagamaan seharusnya tidak terjadi di negeri demokrasi.

Hal itu dia sampaikan di kediamannya. Tepatnya, di Desa Sawah Kulon, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, Selasa (4/9/2018).

Mantan Bupati Purwakarta dua periode itu menyebut pluraitas harus menjadi pijakan dalam bertindak di tengah masyarakat. Konteks keberagaman dan keberagamaan di Indonesia mengharuskan asas tersebut diberlakukan.

“Saya kira ini ironi di negeri demokrasi. Negeri kita kaya akan suku, kultur, agama dan kepercayaan. Cara menyikapinya harus arif, tidak boleh dengan cara persekusi,” katanya.

Baca Juga:  Polisi Berhasil Ringkus Penjambret Ibu-Ibu Hingga Terseret di Bekasi

Ceramah keagamaan menurut Dedi, merupakan bagian dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum. Kebebasan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari hak asasi anak bangsa dan dilindungi piranti undang-undang.

“Nah, kalau sekiranya terjadi perbedan pendapat tentang pemahaman keagamaan, ya tinggal dibawa saja ke forum diskusi. Forum keilmuan memiliki kapasitas objektif mengupas itu. ini dalam rangka menghindari upaya main hakim sendiri,” ujarnya.

Budayawan Jawa Barat itu mencontohkan instrumen diskusi dua organisasi besar keagamaan di Indonesia. Nahdlatul Ulama memiliki Forum Bahtsul Masaail (pembahasan masalah). Sementara Muhammadiyah lekat dengan tradisi Majelis Tarjih dalam mengupas persoalan.

Baca Juga:  Ragam Manfaat Air Putih Bagi Kecantikan Kulit Wajah yang Penting Diketahui

“Jadi, fokus pengujiannya itu gagasan bukan soal suka atau tidak suka terhadap personalitas seseorang. Saya kira itu lebih objektif dibanding sedikit-sedikit tolak, sedikit-sedikit tolak,” ucapnya.

Rujukan Undang-Undang

Dedi Mulyadi mengajak semua pihak agar bertindak sesuai dengan koridor aturan perundangan. Menurut dia, hanya instrumen negara yang berhak melakukan pengekangan terhadap hak seseorang. Hukum kata dia harus menjadi panglima dalam kehidupan bernegara.

Baca Juga:  David Da Silva Ungkap Permainan Persib Bandung Masih Kurang Optimal

“Kalau seseorang dilarang berceramah atau berpidato, maka larangan itu harus sesuai dengan undang-undang. Tidak boleh ada larangan berdasarkan ketidaksukaan terhadap seseorang,” katanya.

Dia pun sempat menceritakan peristiwa persekusi yang pernah dilakukan salah satu ormas radikal terhadap dirinya. Larangan naik ke atas panggung, mobil dilempari batu sampai diburu dengan pedang pernah dia alami.

“Itu pengalaman saya. Jadi, saya memiliki pandangan bahwa siapapun atas nama apapun dilarang melakukan tindakan yang melampaui kewenangannya,” ujarnya. [jar]

Jabarnews | Berita Jawa Barat